Rabu, 07 September 2011

Untuk Negriku 11

Akhir-akhir ini santer terdengar kabar kebakaran di perumahan-perumahan masyarakat kelas menengah ke bawah dan juga pasar-pasar tradisional, bukannya sebuah kabar lagi tetapi sudah menjadi fakta yang benar-benar terjadi. Kebakaran yang sering diperkirakan akibat kelalaian penghuninya menjadi alasan utama penyebab terjadinya musibah tersebut. Kebakaran yang entah disebabkan oleh kelalaian ataupun penyebab lain nampaknya sedang menjadi trend musibah di negri ini, terutama di kota atau kabupaten yang sedang dan ingin meningkatkan pendapatan daerahnya alias sebenarnya pendapatan pejabat-pejabat pemerintahan daerah yang bersangkutan. Sering terdengar kabar bahwa terdapat rencana pembangunan sebuah pusat perbelanjaan dan ataupun area publik yang lebih modern di lokasi musibah kebakaran. Nampaknya, ke-strategis-an tempat seringkali menjadi alasan utama pemerintah daerah setempat untuk berkeinginan membangun area yang lebih modern lagi karena dirasa pemukiman ataupun pasar dinilai mengganggu aktifitas ekonomi modern daerah tersebut. Mereka mungkin berujar bahwa hal itu dilakukan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi rasa-rasanya itu hanyalah omong-kosong belaka, kesejahteraan hanyalah untuk pejabat-pejabat daerah beserta keluarganya. Setelah tempat dirasa strategis, maka langkah selanjutnya adalah "pengusiran" penghuni-penghuninya baik secara halus dan atau secara kasar. Namun, penggusuran atau pengusiran akan memakan biaya yang lumayan besar. Jika pengusiaran ataupun penggusuran dilakukan, jumlah dana yang akan dikorupsi pun akan semakin sedikit........ dan akhirnya dipilih cara lain yang lebih jitu, sebuah cara yang membuat masyarakat rela memindahkan usahanya ke lokasi lain, tanpa paksaan.

Baru saja terdengar kabar terbakarnya pasar di kabupaten Rembang yang notabene merupakan satu-satunya pasar tradisional utama di daerah tersebut dimana arus perputaran uang berdampak pada kesejahteraan masyarakat daerah tersebut. Penyebabnya belum bisa diketahui secara pasti, lha wong ketika tulisan ini diketik, kemungkinan pasar tersebut masih dikuasai si jago merah. Rasa-rasanya ada dua pilihan penyebab dari kebakaran tersebut dan juga kebakaran-kebakaran lain di negri ini, yakni kelalaian dan atau kesengajaan. Kelalaian adalah alasan yang lebih sopan untuk diutarakan pejabat daerah ketika mengomentari suatu musibah kebakaran. Namun, bagaimanakah dengan kesengajaan?????. Rasa-rasanya dalam hati kecil selalu berujar bahwa "kesengajaan" adalah penyebab utama berkuasanya si jago merah di pasar-pasar tradisional ataupun pemukiman kelas menengah ke bawah akhir-akhir ini. Lantas apa alasannya dibakar dan siapa yang membakar???, seperti diutarakan di paragraf pertama, pejabat-pejabat daerah lah aktornya (dengan segala hormat mohon maaf kepada bapak ibu pejabat daerah yang bersangkutan). Membakar lebih mudah daripada mengusir atau menggusur secara halus ataupun secara kasar. Membakar pun akan menyiratkan betapa besarnya perhatian pemerintah daerah akan musibah tersebut dengan pengerahan alat-alat pemadam, ucapan duka cita, dan pengkalkulasian kerugian. Pembakaran pun akan menjauhkan pemerintah daerah merugi banyak kala alasan penyebabnya adalah kelalaian, karena mereka akan terhindar dari biaya ganti rugi penggusuran dan ganti rugi bantuan korban. Lantas apakah hasil yang dinikmati si pejabat pemerintahan daerah???, rasa-rasanya proyek miliaran mereka akan berjalan mulus tanpa hambatan. Penghuni alias korban dapat dengan mudah dipindahkan ke lokasi baru tanpa ada ganti rugi sedikitpun dari pihak pemerintah. 

Inilah sebuah ironi negara bangsa yang bernama Indonesia. Pemerintah nampaknya sedang berlaku sebagai "yang memerintah" dimana rakyat harus tunduk dan patuh. Sebuah ironi memang ketika para pejabat pemerintah tidak merasa sebagai pemegang amanah rakyat kecil. Dengan jabatan yang mulia tersebut nampaknya digunakan untuk "menjajah" rakyat negri ini. Inilah sebuah penjajahan gaya baru, entah siapa protagonis yang akan menang dan antagonis yang akan kalah, ataukah protagonis yang akan kalah dan antagonis yang akan menang. Kala ini, ibaratnya pejabat pemerintah adalah drakula dan rakyat adalah korbannya. Lantas bagaimana slogan-slogan kesejahteraan rakyat yang diusung pemerintahan daerah yang bersangkutan?????, slogan ibaratnya cover sebuah buku sedangkan konspirasi di dalamnya adalah isi sebuah buku, covernya bercorak bagus sedangkan isinya hanya corat-coret orang idiot. Dengan cover yang bagus menyebabkan masyarakat menganggapnya sebagai sesuatu yang patut, karena kecenderungan masyarakat negri ini yang berpikiran "cover bagus maka isinya pun bagus". Lantas siapa yang akan merana?, rakyatlah yang akan merana, semakin terhisap jiwa raganya oleh pejabat pemerintah yang korup. Rakyat semakin terjerat hutang yang entah sampai kapan akan melunasinya, jumlah keluarga miskin akan bertambah, dan para pejabat semakin buncit perutnya. Kembali lagi ke masalah terbakarnya pasar tradisional dan pemukiman masyarakat yang masih misterius, dalam hal ini masyarakat korban adalah korban sebenar-benarnya korban dari proyek-proyek gila. Sebuah proyek gila yang tidak manusiawi nampaknya sedang menjalari kalbu setiap individu-individu pejabat pemerintahan daerah sampai pemerintahan pusat. Inilah penjajahan gaya baru negri ini, rasa-rasanya kemerdekaan yang telah berusia 66 tahun ini menjadi semakin absurd. Benar-benar absurd!!!!!