Rabu, 22 Juni 2011

aku kamu manusia

aku kamu manusia
makhluk raut muka bumi
di penghujung kelok waktu
aku kamu
menapaki terjal tikungan tanah angan
dari dua sisi

esok pagi,
sebuah asa tentang aku kamu
bersama menyibak embun pagi ilalang ilalang tua
memuji cantiknya gede pangrango
membelai ramah anginnya

lihatlah,
ketika pelangi menghias puncak edelweis bersemayam
itulah keindahan abadi
layaknya erat dekapan mesra nurani antara dua makhluk raut muka bumi
apabila terang meredup, keindahan akan tetap sejati
karena dua warna akan menantang gelap
itulah asa, esok pagi
esok hari
aku kamu


bogor, 22 juni 2011

Rabu, 15 Juni 2011

bumiku sakit

tebang tebang hutan
gali gali tambang
bor dan bor minyak
terus robohkan, ambil dan terus sedot
habis cari lagi dan habiskan lagi
lazimnya fenomena negriku
di masa ini
eksploitasi bukan lagi tabu
sebuah kata masa kini untuk caplak caplak anjing berdarah biru

alam, sebuah kata yang sudah usang
ditinggalkan, dicaci dan dimaki
alam hanya untuk makhluk makhluk pinggiran
dan untuk ditertawakan di majelis majelis orang pintar
di negriku, alam sudah usang, kuno dan jadul
hijau biru telah berubah menjadi warna monoton
sedangkan,
kuning gersang telah menjelma menjadi warna yang cantik dan elok dipandang

alamku dan negriku,
mereka sungguh polos
digersangkan mereka tak menolak
dipunahkan silakan saja
alamku negriku bumiku disusupi makhluk makhluk patogen
sakit menjadikannya tidak bulat lagi


bogor, 16 juni 2011

Minggu, 05 Juni 2011

momong jiwa

di sana di singgasana batu pualam,
ratusan manusia tak berkepala bermodalkan hasrat
mukti menantang dewa
kicauannya pun merdu menghanyutkan malam

di sini ribuan bahkan jutaan burung pipit menari nari pilu di padang savana
menanti ilalang menjadi sawah menguning
tetapi asa hanyalah larangan
mereka cuma hiasan murahan sang pamomong
hanya savana yang membukakan mata
oh humanisme ini sungguh Absurd


bogor, 7 Oct 09

Rabu, 01 Juni 2011

Sebuah Petikan Kalimat-Kalimat Soe Hok Gie

Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis.
Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.