Senin, 15 Agustus 2011

Upaya Penangkaran Untuk Konservasi Satwa Liar


Indonesia merupakan negara megabiodiversitas, nampaknya kalimat tersebut sering terdengar manakala kita membaca berita-berita tentang lingkungan hidup. Namun, kebesaran biodiversitas negri ini nampaknya selalu saja diimbangi dengan laju pengrusakannya, bahkan laju pengrusakannya terasa lebih besar dan berat bagi keanekaragaman hayati negri ini. Apa yang bisa dilakukan untuk mengerem laju penurunan biodiversitas tersebut, rasa-rasanya yang diperlukan adalah upaya penyadaran semua pihak yang terkait baik pemerintah sampai masyarakat, penegakan hukum lingkungan, serta upaya penangkaran yang merupakan bagian dari upaya konservasi. Jika dilihat dari berita-berita akhir-akhir ini, makhluk yang paling rentan terhadap penurunan populasi dan spesies adalah satwa liar. Upaya untuk meningkatkan populasi dan spesies harus diusahakan secepat mungkin sebelum terlambat, sebelum muncul kepunahan. Jangan sampai peristiwa punahnya harimau jawa terjadi pada satwa-satwa liar yang lainnya. Peningkatan populasi dan jenis dengan penangkaran rasa-rasanya bisa ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Penangkaran satwa liar membutuhkan suatu tatacara dan peraturan yang berlaku supaya dapat mencapai keberhasilan penangkaran. Keberhasilan penangkaran tersebut pada umumnya dilihat dari keberhasilan menghsilkan anakan. Pengelolaan penangkaran juga berkaitan erat dengan penerapan prinsip kesejahteraan hewan (animal welfare) di dalam penangkaran. Menurut UU. No. 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Prinsip kesejahteraan hewan tersebut meliputi bebas dari rasa lapar dan haus (freedom from hunger and thirst), bebas dari ketidaknyamanan (freedom from discomfort), bebas dari sakit dan kesakitan (freedom from pain, injury, and disease), bebas dari rasa takut dan ketakutan (freedom from fear and distress), serta bebas mengekspresikan tingkah laku alaminya (freedom to express normal behavior). Penerapan kesejahteraan hewan di penangkaran satwa liar dapat diterapkan mulai dari perkandangan sampai dengan perawatan satwa liar. Misanlnya dalam penangkaran burung menurut Girling (2003), saran dari Wildlife and Countryside Act 1981 adalah kandang burung harus mempunyai ukuran yang cukup besar sehingga dapat digunakan untuk peregangan sayap. 

            Tatacara dan peraturan dalam pengelolaan penangkaran dapat dibuat dalam bentuk SOP (Standar Operational Procedure) yang dapat dikeluarkan oleh institusi lain yang berwenang atau institusi pengelola dengan mempertimbangkan peraturan yang ada dan saran-saran dari para ahli, misalnya Dinas Peternakan, dokter hewan, ahli burung (ornithologist) untuk penangkaran burung, ahli ekologi, dan ahli konservasi, serta ahli kehutanan. Menurut Setio dan Takandjandji (2006), penerapan SOP dalam kegiatan pemeliharaan burung dimaksudkan supaya burung yang dipelihara dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Selain itu, manfaat lainnya adalah terciptanya lingkungan hidup yang sehat dan bersih dari sumber penyakit (terutama zoonosis). SOP yang dibuat dapat meliputi tatacara pengadaan dan pengiriman burung, penerimaan dan karantina burung, adaptasi dan penempatan burung, pengelolaan pakan dan obat-obatan, pengelolaan kebersihan/sanitasi kandang dan lingkungan, pengelolaan kesehatan dan pengendalian penyakit, pengelolaan reproduksi dan pembesaran anak, serta pengelolaan sistem pencatatan kejadian dan perkembangan burung (recording).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar