Senin, 21 Juni 2021

Tolak Ekosida

Ketika mendengar istilah "genosida", pikiran kita pasti menerawang mengenai bentuk kekejaman yang dilakukan oleh kelompok manusia terhadap kelompok manusia lainnya.  Tentunya kita semua mengutuk kekejian genosida ini. Lantas bagaimana dengan istilah "ekosida"?


------------------


Saat penulis masih bersekolah dasar, antara pertengahan sampai menjelang akhir tahun 1990; ada suatu rasa kecintaan terhadap negara bangsa ini yang begitu membuncah. Kecintaan tersebut tidak lebih karena kecintaan kepada unsur-unsur alami penyusun negara yang membentang dari Sabang sampai Merauke, yakni biodiversitas atau keanekaragaman hayati. Hanya biodiversitas dan yang terkait dengan biodiversitas (misalnya budaya dan tradisi lokal) yang membuat penulis mencintai negeri ini, tidak lebih.


Opini penulis, negeri dan pemerintahan tentunya berbeda. Istilah negeri tentunya lebih luas daripada sekedar pemerintahan. Ibarat penginapan, negeri adalah fisik penginapannya dan pemerintah adalah pengelolanya. Jika kita mencintai suatu negeri, belum tentu kita bisa pro atau setuju dengan pemerintahnya. Banyak yang beranggapan jika kita mencintai negeri ini, maka kita harus pro kepada pemerintah yang sah. Harusnya dikembalikan lagi kepada esensinya, kita mencintai negeri ini beserta budaya dan kearifan lokalnya, tapi kita patut menolak apabila pengelola berlaku tidak adil kepadanegeri ini dan budayanya; bahkan kita bisa saja melawan jika pengelola berlaku eksploitatif dan destruktif. 


Terkait biodiversitas atau keanekaragaman hayati, tampaknya ada upaya eksploitatif dan merusak yang berlebihan yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar pertambangan dan perkebunan akhir-akhir ini. Korporasi besar pertambangan dan perkebunan tentunya telah mendapat restu dari pengelola negara ini untuk berlaku demikian. Kelakuan seperti ini ya mungkin saja sudah ada sejak republik ini menggandeng tangan kapitalis pada awal orde baru berkuasa, dan semakin menjadi-jadi akhir-akhir ini. 


Mengerikan, itulah satu kata yang bisa terucap. Inti dari segala inti kegiatan mereka adalah mendapatkan cuan, dan tentunya tidak ada kepedulian akan kelestarian biodiversitas beserta unsur terkaitnya (budaya, tradisi dan kearifan lokal). Restu dari pengelola adalah kunci utama kelakuan buruk korporasi tambang dan perkebunan. Menurut opini penulis, si pemberi restu tak ubahnya seperti kaum-kaum penjajah jaman dahulu kala, yang memaksa masyarakat lokal merelakan tanah tumpah darahnya untuk diduduki, dan sering juga kekuatan para-militer atau militer dikerahkan untuk memuluskan kelakuan buruk tersebut. 


Dapat dibilang sudah keterlaluan ketika aktivitas tambang dan perkebunan menggusur biodiversitas negeri ini. Inilah sebentuk Ekosida yang menurut opini penulis akan lebih ganas dan keji dari genosida. Pada ekosida kali ini, semua unsur kapitalis dan pemerintah beserta aparatusnya bersekongkol. Kondisi seperti ini akan menjadikan kerusakan besar-besaran biodiversitas negeri ini dan mematikan budaya serta kearifan lokalnya. Tidak hanya itu saja, perlahan-lahan akan mematikan masyarakat di dalamnya. Sungguh keji.


Kita patut menolak, karena kita lebih cinta kepada negeri ini daripada mereka.