Rabu, 14 Maret 2012

Masa Sekarang Negara Bangsaku

Semakin hari semakin bertambah pula masalah yang dialami negara bangsa
ini. Entah mulai masalah politik sampai kemasyarakatan yang tampaknya
belum terlihat ujung penyelesaiannya. Apa yang akan terjadi
selanjutnya?, begitulah kira-kira yang terlintas di benak sebagian
masyarakat. Rupa-rupanya semua masalah tersebut berpangkal dari apa
yang namanya uang, atau lebih halusnya disebut ekonomi. Pemerintahan
negara ini tampaknya ingin berusaha mensejajarkan negara bangsa ini
dengan negara-negara lain di dunia yang masuk kategori maju dan mapan
secara ekonomi. Segala macam cara ditempuh oleh pemerintah, tampaknya
mengedepankan cara-cara barat atau berpatokan pada kaidah kapitalisme.
Mereka atau pengurus negara yang notabene adalah orang-orang pintar
berusaha mendobrak apa yang disebut dengan kearifan-kearifan lokal
dengan maksud supaya maksud kemajuan secara ekonomi dapat tercapai,
dan akhirnya negara bangsa ini tidak berada di posisi negara dunia
ketiga, serta setidaknya dapat sejajar dengan negara-negara maju di
dunia. Kita, nusantara, beraneka ragam tipe masyarakatnya, belumlah
bijak jikalau pemerintah terlalu memaksakan kemajuan ekonomi yang
melanggar nilai-nilai luhur dan kearifan lokal tiap-tiap masyarakat
nusantara. Industrialisasi yang meluas dan tidak tepat, menyebabkan
beberapa bagian masyarakat menjadi korban. Konflik terjadi
dimana-mana. Bangsa yang terkenal murah senyum tiba-tiba berbalik
seratus delapan puluh derajat menjadi mudah marah dan mudah tersulut
emosi. Inikah wajah nusantara sebenarnya?

Pemerintah dengan iming-iming peningkatan ekonomi, menyuburkan
industri yang bisa dibilang tidak ramah sosial-budaya-lingkungan-alam
nusantara. "Yang penting negara ini berekonomi baik", begitu mungkin
ujarnya. Apakah perekonomian negara yang "baik" tersebut berbanding
lurus dengan kemakmuran, kedamaian, dan kesejahteraan
sosial-budaya-alam-lingkungan?, entahlah. Memang ekonomi negara bangsa
ini tergolong membaik, tetapi efek atas dan bawah terus saja terjadi.
Ekonomi negara cenderung berkawan dengan dunia politik, atau
sebaliknya, dan ekonomi negara tersebut belum terlalu lancar arusnya
sampai ke masyarakat-sosial-budaya-lingkungan. Di tataran atas, efek
samping tipu-tipu, kemunafikan, dan korupsi menjadi hal yang tampaknya
akan menjadi sesuatu yang lumrah.

Kita sebaiknya ingat, jikalau negara bangsa ini dibangun di atas
peradaban nusantara yang adiluhung, dengan keanekaragaman nilai-nilai
spiritual, kearifan-kearifan lokal, keanekaragaman hayati, dan
nilai-nilai budaya yang luar biasa besarnya, yang tidak dipunyai oleh
negara dan bangsa manapun di dunia ini. Negara bangsa ini bukanlah
dibangun di atas industrialisasi yang tidak memanusiakan manusia dan
merusak alam. Inilah yang seharusnya digali oleh pemerintah, atau
pemerintah setidaknya berpikiran ke arah sana. Kita bangga dengan
Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati dan budaya yang luar
biasa besarnya, bukan bangga dengan industrialisasi yang
menyengsarakan dan menganiaya itu semua. Pemerintahan sudah jelas
tugasnya, mengayomi dan memfasilitasi masyarakatnya, serta
masyarakatnya setidaknya harus punya kesadaran dan daya kreasi untuk
mewujudkan itu semua. Apabila dua itu hal berjalan beriringan dan
selaras, tak bisa dipungkiri, kemakmuran akan menyambangi setiap
masyarakat dan keanekaragaman hayati-budaya Indonesia akan semakin
meningkat kualitas dan kuantitasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar