Selasa, 21 September 2021

Tetangga Saya #1 : Ritual Setiap September




Tetangga saya semuanya lucu-lucu. Ada yang lebih lucu lagi yaitu salah satu tetangga yang rumahnya paling besar dan megah di komplek perumahan saya. Rumahnya sangatlah besar dengan peghuni yang jumlahnya sangat banyak dan semuanya masih berkerabat dekat; halamannya sangatlah luas dan ditumbuhi banyak tanaman buah yang rindang, serta kolam-kolam besar berisi ikan-ikan yang mungkin tidak dimiliki oleh rumah tangga lainnya di komplek perumahan ini. Bisa dibilang tetangga saya tersebut sangatlah kaya raya, ya bisa dibilang juga banyak sumberdaya alamnya.


Namun, dalam kehidupan rumah tangganya, bisa dibilang antar kerabatnya tidaklah terlalu akur. Kata tetangga-tetangga yang lain sih banyak intrik di dalam rumah besar itu. Bahkan lucunya, antar anggota keluarga yang tinggal di rumah besar itu malah membuat geng atau kelompok-kelompok. Kata Lik Karjo, seorang tukang kebun rumah itu, geng-gengan dalam rumah besar itu malah saling berkompetisi, bisa dikatakan satu sama lain saling meniadakan. Katanya lagi, akhir-akhir ini masing-masing geng sangat kentara ambisinya untuk menguasai rumah beserta lahannya itu.


Pak Gering masih tercatat sebagai kepala keluarga rumah besar itu. Badannya tinggi, tidak terlalu kurus, rambutnya selalu klimis, dan umurnya sekitar 60-an. Pak Gering sangatlah murah senyum dan ramah kepada setiap orang yang tinggal di kompleks perumahan saya, dan juga tidak pernah rasis atau membeda-bedakan. Namun, sebagian kerabatnya yang tinggal di rumah itu sangat membenci pak Gering, termasuk salah satu anak kandungnya. 


Mas Cempluk, salah satu anak kandung pak Gering yang membenci bapaknya, dan dia ikut mendirikan salah satu geng pembenci pak Gering. Pernah suatu waktu, sekitar tiga tahun lalu, mas Cempluk menyebarkan suatu kabar bahwa pak Gering akan menjual seluruh aset ke tetangga sebelah kiri rumahnya. Padahal jika dilihat-lihat, hal itu tidaklah mungkin, karena tetangga sebelah kirinya bukanlah termasuk keluarga yang punya banyak uang.


Mas Cempluk memang tidak suka kepada keluarga pak Lurit, tetangga sebelah kiri rumahnya dan masih berkerabat jauh. Mas Cempluk bersama gengnya sering sekali mencurigai seluruh keluarga pak Lurit; katanya sih keluarga pak Lurit membawa sial bagi rumahnya. Setiap ada kesialan selalu dikaitkan dengan pak Lurit; misalnya ketika anak mas Cempluk jatuh dari pohon jambu, selalu saja dikaitkan keberadaan rumah pak Lurit di sebelah kiri rumahnya; misalnya lagi, mas Gombloh, sepupu mas Cempluk yang masih satu geng, menyalahkan keberadaan rumah pak Lurit lantaran dia berdarah terkena arit saat membersihkan rumput di halamannya, padahal kecerobohannya sendiri.


Intinya mereka suka sekali mengkambing-hitamkan keluarga pak Lurit, padahal seluruh keluarga pak Lurit selalu baik kepada keluarga mas Cempluk. Sering sekali, pak Lurit menggagalkan pencurian di rumah pak Gering yang memang tidak memiliki pagar. Seluruh tetangga bahkan pak Gering dan kerabat yang pro kepada pak Gering selalu mengapresiasi langkah pak Lurit, tetapi tidak bagi mas Cempluk beserta gengnya. Malah seringkali, keluarga pak Lurit dikambing-hitamkan untuk membuat keonaran di dalam keluarga pak Gering. 


Mas Cempluk beserta gengnya menetapkan setiap bulan September adalah puncak kesialan bagi rumahnya, meskipun ini hanya asumsi mereka belaka. Mas Cempluk beserta gengnya akan membuat ritual aneh setiap bulan September, biasanya di tanggal 15 September, dimana mereka akan berkumpul di halaman depan rumahnya, lalu membakar foto pak Lurit yang mereka cetak sendiri dan berorasi menyuruh keluarga pak Lurit untuk tidak tinggal di sebelah kiri rumahnya, melainkan disuruh pindah ke sebelah kanan rumahnya.


Ya itulah salah satu tetangga saya yang lucu.


- Fiksi Belaka -




Dapat didengarkan di Youtube Tetangga Saya Podcast

Tidak ada komentar:

Posting Komentar