Kamis, 07 Juli 2011

Renungan Hubungan Manusia - Hewan - Alam

Hubungan antara manusia dengan hewan atau satwa telah berlangsung sejak manusia dan hewan menjejakkan tapak-tapak mereka di planet biru ini. Entah berjuta tahun lalu ataupun beratus juta tahun lalu belum bisa dipastikan. Namun, yang jelas manusia mempunyai ketergantungan terhadap hewan dan juga dengan habitatnya atau yang lebih luasnya disebut sebagai alam. Begitu butuhnya manusia akan hewan maka terciptalah hewan-hewan domestikasi, mulai dari karnivora sampai omnivora. Domestikasi, Itulah sebuah keberhasilan manusia dalam penguasaan kehidupan hewan dan habitatnya. Selama berabad-abad mungkin apa yang disebut dengan penguasaan itu berjalan secara bijak. 

Namun, apa yang terjadi sekarang adalah kesewenang-wenangan atas apa yang disebut sebagai "penguasaan yang bijak". Kondisi yang terjadi dalam beberapa tahun ini menunjukkan terjadinya pengingkaran dalam kaitan hubungan manusia dan hewan, dan lebih jauh lagi terjadi pengingkaran hubungan manusia dengan alam raya. Siapa pelakunya?, tentu bukan hewan ataupun alam raya. Manusialah yang sehausnya bertanggungjawab terhadap kondisi ini.


Manusia modern nampaknya sudah tidak mewarisi apa yang dinamakan kebajikan, kearifan dan kebijaksanaan manusia kuno. Manusia modern sudah tidak bisa menyelaraskan apa yang seharusnya terjadi dalam hubungan manusia-hewan dan manusia-alam raya. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh adanya pergeseran kebutuhan ke arah materialistik, jika dahulu kebutuhan hanya sebatas untuk pemenuhan hidup sehari-hari (sandang, papan, dan pangan), tetapi saat ini kebutuhan tersebut melesat lebih jauh ke depan. Materi dalam hal ini bisa deisebut dengan kekayaan dan diwujudkan dalam aktivitas-aktivitas ekonomi. Kondisi tersebut tampaknya telah menggeser kewajaran hubungan manusia-hewan-alam, yang lambat laun akan menciptakan krisis biodiversitas. 


Apa yang terjadi akhir-akhir ini membuktikan betapa kuatnya bayang-bayang materi terhadap kehidupan manusia-manusia modern, sehingga sering sekali mereka memperlakukan "unsur-unsur biodiversitas" sebagai jajahannya. Kesewenang-wenangan, keserakahan, dan ketidakpedulian adalah efek yang ditimbulkan dari apa yang disebut sebagai materi. Lihat saja perlakuan manusia terhadap hewan dimana masih segar dalam ingatan bagaimana manusia memperlakukan ternak potong di rumah pemotongan hewan. Selain itu, bagaimana eksploitasi terhadap satwa-satwa liar yang dapat dilihat di pasar-pasar gelap dan berbagai penyelundupan, ataupun pemaksaan satwa yang seharusnya liar menjadi satwa rumahan, atau manusia modern menyebutnya sebagai satwa eksotik. Hukum yang dibuat sesempurna mungkin nampaknya bukanlah salah satu pemutus mata rantai "penyebab krisis biodiversitas" yang efektif, hukum harus dikombinasikan dengan penyadaran yang nampaknya terlalu sulit dan aneh diaplikasikan.

 

Untuk Negriku 4

Pekan ini, sebuah berita miris datang dari kawasan Riau. Seekor harimau sumatra berjenis kelamin jantan dengan umur sekitar 1,5 tahun mati mengenaskan oleh sebuah jerat babi hutan yang ditanam oleh warga sekitar daerah Pangkalan Kuras. Sebuah kabar dari suatu harian mengatakan bahwa jerat yang ujungnya terbuat dari besi tidak lazim digunakan untuk menjerat babi hutan yang biasanya hanya menggunakan benang nilon saja. 

kematian harimau oleh jerat atau aktivitas manusia mungkin sudah terlalu sering terdengar di telinga, berbagai media telah mewartakannya baik dengan lamanya durasi penayangan atau singkatnya penayangan. Jerat seperti yang digunakan oleh warga Pangkalan Kuras kemungkinan ditujukan langsung untuk menjerat sang harimau, entah alasan dendam atau alasan lainnya. Namun, ketika tim dari pihak yang berwenang mengetahuinya, serta merta warga sekitar tersebut mengubah alasan pemakaian jerat, jerat ditujukan untuk babi hutan, Nampaknya ini sudah menjadi sebuah kebiasaan ketika kejahatan yang dilakukan diketahui oleh pihak berwenang. 
Kematian harimau yang sering oleh manusia di kawasan konservasi ataupun kawasan hutan industri membuktikan bahwa masyarakat sekitar masih mempunyai dendam dengan si loreng dan konflik antara mereka dengan harimau adalah masalah utama warga. Mungkin banyak alasan yang mendasari sebuah dendam tersebut, seringkali hanya masalah klasik yakni urusan perut, masyarakat sekitar dengan teganya membunuh satwa yang terancam kepunahannya itu.

Untuk kejadian pekan ini, apakah harimau tersebut sengaja dibunuh oleh warga lantaran sering memasuki lahan konsesi hutan tanaman industri PR Arara Abadi anak Sinar Mas Group, sehingga dianggap membahayakan keselamatan kerja karyawan dan warga sekitar, belum ada yang tahu. Mengapa kasus ini bisa terjadi ditengah maraknya kepedulian masyarakat dunia akan kelestarian harimau sumatra. Sungguh disayangkan, ketika masyarakat sekitar kawasan yang seharusnya mempunyai kewajiban menjaga kelestarian satwa ini justru dengan alasan kepentingan ekonomi yang absurd dengan kejamnya membantai sang loreng warisan terakhir hutan tropis sumatera. Apakah kampanye kelestarian harimau atau satwa-satwa liar lain tidak sampai ke telinga mereka atau bagaimanakah peran sebuah perusahaan besar sekelas Sinar Mas terhadap kelestarian biodiversitas di sekitar lahan yang mereka gunakan. Sangat disayangkan ketika semua pihak yang berpengaruh menutup mata terhadap kejadian ini. Sekali lagi sungguh disayangkan ketika alasan ekonomi menggusur kepentingan konservasi biodiversitas negri ini.

Sabtu, 02 Juli 2011

Untuk Negriku 3

Empat anak gadis ABG yang duduk di bangku pojok sebuah angkot 08 Bintaro-Ciputat dengan pakaian a la ABG masa kini terlihat sedang terlibat obrolan yang sengit, entah apa yang menadi biang obrolan mereka. Nampaknya sesuatu hal remeh-temeh yang orang gila pun tidak akan pernah berpikir melakukannya. Sebuah kebiasaan anak-anak muda negri ini, kebiasaan pamer harta benda kekayaan keluarga, ayah, ibu, kakek, nenek, bahkan nenek moyang.
Saat itu tak begitu jelas apa yang mereka pamer-pamerkan di dalam sebuah angkot yang sudah mulai penuh sesak, penuh sesak oleh peluh-peluh bau asam dan pemandangan baju-baju kusam. Namun, pernyataan terakhir yang mereka perbincangkan adalah sebuah pernyataan yang bisa dibilang absurd dan menyakitkan hati pendengar yang peduli nasib negri ini.

Eh kalian udah tau belum, kakakku yang pertama baru dibeliin papa, vila di bogor.

Tiga orang temannya yang terlihat tidak sabar, entah tidak sabar keluar dari angkot yang aroma asamnya mulai merebak atau tidak sabar mendengar celotehan temannya segera berakhir dengan ending yang mereka harapkan tidak membuat iri.

Eh, vilanya baguusss banget, halamannya luas, kanan kirinya hijau banget, dan yang pasti sejuk banget. Nanti kuajak deh kalian ke sana.
Kondisi dalam angkot masih sunyi senyap, nampaknya semua penumpang antusias mendengar cerita si gadis ABG yang tanpa titik koma itu.

Eh, tapi aku nggak suka suasananya yang sepi dan terlalu banyak pohon-pohon tinggi yang rimbun, jadi kesannya angker. Semoga saja nantinya pohonnya semakin sedikit kayak di jakarta dan di sana makin banyak vila, dan juga makin banyak mallnya, jadi kan rame, mau apa aja mudah, ya nggak frend.

Tiga temannya terlihat menganggukkan kepala dengan nada terpaksa.

Masih sunyi kondisi dalam angkot, hampir semua penumpang tiba-tiba tertunduk tanpa ada komando, kecuali empat penumpang ABG yang menguasai bangku pojok angkot butut. Sopir pun tiba-tiba memperlambat laju angkotnya.
Entah apa yang ada dipikiran para penumpang yang sebagian besar kaum marginal. Mungkin di dalam keterpinggiran, akal mereka masih jalan untuk berpikir peduli pada nasib negri daripada empat anak ABG penguasa bangku pojok. Mereka sang kaum marginal nampaknya resah dengan kelakuan empat ABG yang dengan seenak perutnya berharap akan menggersangkan negri ini, negri yang sudah semakin gersang. Rasa-rasanya dalam ketertundukan itu, mereka mengutuki empat gadis ABG penguasa bangku pojok.

Rabu, 22 Juni 2011

aku kamu manusia

aku kamu manusia
makhluk raut muka bumi
di penghujung kelok waktu
aku kamu
menapaki terjal tikungan tanah angan
dari dua sisi

esok pagi,
sebuah asa tentang aku kamu
bersama menyibak embun pagi ilalang ilalang tua
memuji cantiknya gede pangrango
membelai ramah anginnya

lihatlah,
ketika pelangi menghias puncak edelweis bersemayam
itulah keindahan abadi
layaknya erat dekapan mesra nurani antara dua makhluk raut muka bumi
apabila terang meredup, keindahan akan tetap sejati
karena dua warna akan menantang gelap
itulah asa, esok pagi
esok hari
aku kamu


bogor, 22 juni 2011

Rabu, 15 Juni 2011

bumiku sakit

tebang tebang hutan
gali gali tambang
bor dan bor minyak
terus robohkan, ambil dan terus sedot
habis cari lagi dan habiskan lagi
lazimnya fenomena negriku
di masa ini
eksploitasi bukan lagi tabu
sebuah kata masa kini untuk caplak caplak anjing berdarah biru

alam, sebuah kata yang sudah usang
ditinggalkan, dicaci dan dimaki
alam hanya untuk makhluk makhluk pinggiran
dan untuk ditertawakan di majelis majelis orang pintar
di negriku, alam sudah usang, kuno dan jadul
hijau biru telah berubah menjadi warna monoton
sedangkan,
kuning gersang telah menjelma menjadi warna yang cantik dan elok dipandang

alamku dan negriku,
mereka sungguh polos
digersangkan mereka tak menolak
dipunahkan silakan saja
alamku negriku bumiku disusupi makhluk makhluk patogen
sakit menjadikannya tidak bulat lagi


bogor, 16 juni 2011

Minggu, 05 Juni 2011

momong jiwa

di sana di singgasana batu pualam,
ratusan manusia tak berkepala bermodalkan hasrat
mukti menantang dewa
kicauannya pun merdu menghanyutkan malam

di sini ribuan bahkan jutaan burung pipit menari nari pilu di padang savana
menanti ilalang menjadi sawah menguning
tetapi asa hanyalah larangan
mereka cuma hiasan murahan sang pamomong
hanya savana yang membukakan mata
oh humanisme ini sungguh Absurd


bogor, 7 Oct 09

Rabu, 01 Juni 2011

Sebuah Petikan Kalimat-Kalimat Soe Hok Gie

Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis.
Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.