Sabtu, 02 Juli 2011

Untuk Negriku 3

Empat anak gadis ABG yang duduk di bangku pojok sebuah angkot 08 Bintaro-Ciputat dengan pakaian a la ABG masa kini terlihat sedang terlibat obrolan yang sengit, entah apa yang menadi biang obrolan mereka. Nampaknya sesuatu hal remeh-temeh yang orang gila pun tidak akan pernah berpikir melakukannya. Sebuah kebiasaan anak-anak muda negri ini, kebiasaan pamer harta benda kekayaan keluarga, ayah, ibu, kakek, nenek, bahkan nenek moyang.
Saat itu tak begitu jelas apa yang mereka pamer-pamerkan di dalam sebuah angkot yang sudah mulai penuh sesak, penuh sesak oleh peluh-peluh bau asam dan pemandangan baju-baju kusam. Namun, pernyataan terakhir yang mereka perbincangkan adalah sebuah pernyataan yang bisa dibilang absurd dan menyakitkan hati pendengar yang peduli nasib negri ini.

Eh kalian udah tau belum, kakakku yang pertama baru dibeliin papa, vila di bogor.

Tiga orang temannya yang terlihat tidak sabar, entah tidak sabar keluar dari angkot yang aroma asamnya mulai merebak atau tidak sabar mendengar celotehan temannya segera berakhir dengan ending yang mereka harapkan tidak membuat iri.

Eh, vilanya baguusss banget, halamannya luas, kanan kirinya hijau banget, dan yang pasti sejuk banget. Nanti kuajak deh kalian ke sana.
Kondisi dalam angkot masih sunyi senyap, nampaknya semua penumpang antusias mendengar cerita si gadis ABG yang tanpa titik koma itu.

Eh, tapi aku nggak suka suasananya yang sepi dan terlalu banyak pohon-pohon tinggi yang rimbun, jadi kesannya angker. Semoga saja nantinya pohonnya semakin sedikit kayak di jakarta dan di sana makin banyak vila, dan juga makin banyak mallnya, jadi kan rame, mau apa aja mudah, ya nggak frend.

Tiga temannya terlihat menganggukkan kepala dengan nada terpaksa.

Masih sunyi kondisi dalam angkot, hampir semua penumpang tiba-tiba tertunduk tanpa ada komando, kecuali empat penumpang ABG yang menguasai bangku pojok angkot butut. Sopir pun tiba-tiba memperlambat laju angkotnya.
Entah apa yang ada dipikiran para penumpang yang sebagian besar kaum marginal. Mungkin di dalam keterpinggiran, akal mereka masih jalan untuk berpikir peduli pada nasib negri daripada empat anak ABG penguasa bangku pojok. Mereka sang kaum marginal nampaknya resah dengan kelakuan empat ABG yang dengan seenak perutnya berharap akan menggersangkan negri ini, negri yang sudah semakin gersang. Rasa-rasanya dalam ketertundukan itu, mereka mengutuki empat gadis ABG penguasa bangku pojok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar