Sebuah tragedi terhadap keanekaragaman hayati negri ini. Warga atau masyarakat setempat sekitar habitat si loreng yang seharusnya menjadi salah satu unsur pendukung kegiatan pelestarian harimau sumatera justru menjadikan harimau sebagai organisme hama yang patut dihabisi. Harimau bukanlah kucing rumahan yang dengan mudahnya beranak pinak, harimau adalah satwa liar dimana kelangsungan hidupnya membutuhkan habitat yang layak. Habitat pun nampaknya tidak terlepas dari "campur tangan" masyarakat sekitar habitat, sehingga kelayakan sebuah habitat tersebut dapat dinilai dari habitat itu sendiri (misalnya hutan) beserta kearifan dan kebijaksanaan masyarakat sekitar habitat. Namun apa yang terjadi sekarang ini, habitat harimau dan juga satwa liar lainnya mengalami penurunan kelayakan bahkan sampai ke titik terendah, selain itu disertai dengan menurunnya kearifan masyarakat sekitar habitat terhadap tingkah laku alam.
Rasa-rasanya semua hal tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dengan kepentingan ekonomi modern. Asalakan bisa diuangkan, maka alam pun digadai. Bagaimana keanekaragaman hayati negri ini bisa langgeng jika kepentingan ekonomi yang merusak dinomorsatukan oleh semua pihak. Bahkan oleh yang disebut sebagai "pemerintah".
Nampaknya kita harus berpikir jernih, ibaratnya harimau adalah anak kecil yang belum tahu-menahu urusan manusia dewasa dan masyarakat diibaratkan sebagai manusia dewasa sekaligus orang tua dari si anak tersebut. Maka, ketika si anak tersebut melakukan kegiatan yang dianggap merugikan orang tuanya, misalkan saja corat-coret tembok di sebuah rumah baru yang baru dibeli orang tuanya secara kredit, apakah si orang tua tersebut akan serta-merta menjebloskan si anak ke dalam penjara ataukah akan menghakimi sendiri. Sudah pasti jawabannya tentu tidak demikian. Selain itu, anak adalah aset dari orang tuanya, begitu juga dengan harimau sumatera sebagai aset dari masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar