Sabtu, 07 Januari 2012

Rejeki yang Tercaci

Pagi tadi,
Telapak telapak kecil masih bercumbu mesra dengan serasah serasah basah
Riuh menghambur, rumput menghijau pun tak lupa disalami
Riang yang membuncah, tak ubahnya sebuah pesta pora
Senandung parau tak henti hentinya memuja jernih berbulir
Lantaran mereka hidup dalam bayangnya
Sebuah titipan ilahi

Siang ini,
Beribu pasang kaki indah kompak menggerutu, mengutuki masa
Jijik memandang tetesan rembesan bulir bulir jernih
Sebuah anggapan kemalangan rupanya
Tak lupa umpatan beradu, betapa menggelitik hati
Sayup angin pun tertawa
Sayangnya, celoteh mereka pun tak henti henti
Masih mencaci tetesan yang menjadi genangan

Lantas, siapa yang menggali kubangan?

Sore nanti,
Entahlah, tidak bisa ditebak begitu saja
Lantaran hipokrisi masih terwarisi

Bintaro, 8 jan 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar