Kamis, 12 Mei 2011

coretan sebuah imajinasi

ini bukan saatnya berdebat
antara hitam dan putih
antara siang dan malam
mencari sebuah cacian dan makian
ini saatnya merangkai mimpi
menegakkan sayap
terbang menentang ketidakpastian
meraih hangatnya keajaiban

ini bukan waktunya menghitung umur
mencari pembenaran atas kematian
pembenaran atas keraguan
namun,
ini adalah waktu
ketika jiwa jiwa yang lepas
mengukir sejengkal umur di mahameru
tanah para dewa
yang abadi dan suci

bukankah bumi ini bulat
bukankah semesta itu tak berbatas
kenapa raga mengingkari
jejakkan tapak tapak keyakinan
sapalah langit
salami gunung
rayulah samudera
senyumlah pada rimba raya
biarkan akal meraih puncak semesta

ditulis di pangalengan, 5 juli 2010

Rabu, 11 Mei 2011

gelap dan kehidupan

malam itu gelap
tapi bukan antikehidupan
inilah kehidupan
saat dua bola mata dan jari berlomba
mencuri huruf demi huruf
kata demi kata
di dalam bentuk bentuk yang tidak pernah tersentuh
inilah hidup sebenar benarnya
saat suara hanyalah huruf dan kata
tidak peduli makna yang terbentuk
hitam atau putih,
biru atau merah
biarkan makna membimbing
ke masa hidup yang bukan antikehidupan

ditulis di rembang, 2 april 2011

Kisah Seekor kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung

Setiap orang yang pernah berkunjung ke pasar jati pasti mengenal tempat sampah di samping kiri pintu gerbang pasar. Warnanya yang krem kusam sangat padu dengan warna gerbang pasar jati. Tempat sampah itu cukup besar, mungkin seukuran bak truk, dengan panjang, lebar dan tinggi yang sama tentunya. Sudah dua tahun tempat sampah itu menghuni depan pasar jati, namun tidak ada seorang pun yang tahu alasan pemda setempat membangun tempat sampah di depan pasar, tepatnya di sebelah kiri pasar, bahkan pemilik toko "bagus" yang berlokasi tepat di sebelah kiri tempat sampah krem juga tidak tahu menahu. Mungkin tak lazim penempatan sebuah tempat sampah besar di depan pasar dekat tempat keluar masuknya masyarakat kota, tetapi tidak untuk para kucing jalanan.

Tempat sampah krem kusam yang terbuat dari besi dengan karat di hampir semua sisi menjadi tempat favorit bagi kucing-kucing jalanan terlantar dan yang sengaja ditelantarkan. Kira-kira hidup sembilan belas ekor kucing. Dengan rincian sembilan ekor jantan dan sepuluh ekor betina. Tidak hanya itu, sebenarnya di pasar jati hidup lebih dari sembilan belas ekor kucing, mereka lebih banyak tersebar di dalam pasar dan di belakang sebelah kanan pasar yang juga terdapat tempat sampah seperti di depan pasar sebelah kiri pintu gerbang pasar. Dari sembilan ekor kucing betina, nampaknya terdapat seekor kucing yang sebentar lagi memberikan generasi penerus penghuni pasar jati. Seekor kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung.

Nampaknya kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung pernah punya nasib malang di masa lalunya, begitu yang pernah dituturkan kakek nenek yang setiap malam tidur di teras toko "bagus". Kakek nenek yang tidak pernah diketahui namanya itu pernah berujar bahwa si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung baru menghuni depan pasar sejak sekitar lima bulan yang lalu. Kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung ketika itu datang dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Tidak jelas apakah itu luka bakar atau luka-luka biasa. Sekarang kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung menghuni di belakang kanan tempat sampah yang terlihat hampir menyatu dengan dinding tembok pasar jati. Apabila kakek nenek berteduh di teras toko "bagus", kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung itu sering menemaninya, tidur di antara kakek nenek yang tak pernah diketahui namanya itu. Tak hanya kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung yang menemani kakek nenek yang tak pernah diketahui namanya itu, sekitar dua kucing jantan berwarna kuning dan seekor kucing betina berwarna hitam juga ikut menghangatkan tidur si kakek nenek di kala malam.

Namun, sekarang si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung jarang menemani si kakek nenek yang tak pernah diketahui namanya apabila pasangan itu berteduh ketika malam. Pasangan itu pun berkata kalau sudah hampir dua minggu ini si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung tidak pernah kelihatan lama. Dia hanya terlihat sekilas dengan perut yang semakin menggembung, jika dipanggil pun tidak segera datang ke arah pemanggil. Menurut pasangan yang tak pernah diketahui namanya itu, dari sembilan belas kucing yang dikenalnya di sekitar tempat sampah krem kusam di samping kiri gerbang pasar jati, hanya si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung yang sedang mempunyai perilaku tidak biasanya.

Sepertinya si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung mempunyai ketakutan yang amat sangat kepada orang-orang di siang hari. Dia hampir-hampir tidak perbah menampakkan diri ketika matahari terbit sampai terbenam. Kalau tidak salah, si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung seringkali menerima perlakuan yang tidak wajar dari orang-orang di pasar jati, terutama pedagang-pedagang ikan yang ada di samping kanan pasar jati. Sekitar tiga atau dua bulan lalu, si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung hampir disembelih pedagang kios ikan sebelah depan dekat pintu masuk ke kawasan pedagang ikan gara-gara mencuri sebuah ikan kering, yang sebenarnya sudah tidak akan laku lagi dijual. Tidak hanya itu, si betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung sering sekali mendapat tendangan atau pukulan yang sepertinya tidak lazim bagi seekor makhluk yang beratnya tidak sampai empat kilogram, bahkan kejadian setiap saat ketika si betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung menampakkan diri.

Si betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung nampaknya hanya percaya kepada pasangan kakek nenek yang tidak pernah diketahui namanya yang hampir setiap malam berteduh di teras toko "bagus". Namun, dua hari ini, pasangan tersebut tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya, dua ekor kucing jantan berwarna kuning dan satu ekor kucing betina berwarna hitam dan seekor kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung sepertinya resah menunggu kedatangan pasangan yang tak pernah diketahui namanya. Mereka tidak bisa bertanya kepada orang-orang sekitar, karena mereka memang tidak bisa bicara, hanya mengeong yang mereka bisa.

Kabar pun berembus, beberapa orang pedagang buah di ujung kanan pasar jati dekat dengan kawasan pedagang ikan saling bercerita bahwa pasangan kakek nenek yang tidak pernah diketahui namanya yang hampir setiap malam berteduh di teras toko "bagus" telah tewas tertabrak bus malam di jalan raya yang tidak begitu jauh dari pasar jati. Namun, beberapa pedagang jajanan pasar di dalam pasar jati kembang yang letaknya tidak jauh dari gerbang pasar saling bercerita bahwa pasangan tersebut telah bertemu anaknya yang sudah sukses dan sekarang pasangan tersebut dibawa anaknya ke rumahnya yang mewah di ibukota. Entah cerita siapa yang benar, keempat ekor kucing tetap menunggu kehadiran pasangan kakek nenek yang tidak pernah diketahui namanya itu. Terlebih bagi si kucing kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung, dia ingin mengabarkan kegembiraan kepada kakek nenek yang tidak pernah diketahui namanya itu. Kegembiraan akan datangnya generasi baru penghuni tempat sampah krem samping kiri gerbang pasar jati.

Seminggu sudah berlalu, pasangan kakek nenek yang tidak pernah diketahui namanya pun tidak kunjung datang tiap malam. Empat ekor kucing nampaknya benar-benar mengalami keresahan. Apalagi si kucing kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung yang sebentar lagi mencetak generasi baru, mungkin beberapa jam lagi generasi baru itu akan muncul. Di belakang kanan tempat sampah krem kusam itu dengan alas beberapa tumpukan koran seminggu lalu, kertas-kertas bekas ujian anak-anak SD, dan beberapa kain kumal, si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung sedang mempertahankan hidupnya demi titipan Sang Pencipta. Tak lama berselang, empat ekor anak kucing pun muncul, namun dua ekor terlihat tidak lagi bergerak dan dua ekor lagi masih bergerak. Si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung yang sekarang menjadi induk menjilati keempat anak generasi baru dari sisa-sisa kelahiran. Nampaknya, perstiwa ini pun tak lazim, si induk kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung seperti tidak punya kekuatan lagi untuk membersihkan sisa-sisa kelahiran. Dia hanya berbaring dan kadang terlihat seperti meronta kesakitan.

Sungguh malang si kucing betina berwarna hitam putih dengan kedua daun telinga sobek dan bekas luka bakar di punggungnya dengan ekor menggulung tak berapa lama malaikat maut pun menjemputnya. Dia meninggalkan empat ekor keturunan dengan dua ekor mati dan dua ekor hidup. Dua ekor yang hidup masing-masing berwarna kuning putih dan hitam putih. Malangnya, dua ekor yang masih hidup itu pun ternyata dikaruniai kekurangan fisik, dua-duanya hanya mempunyai tiga kaki, satu ekor hanya mempunyai satu kaki depan dan satunya lagi hanya mempunyai satu kaki belakang. Tidak ada yang tahu kejadian di belakang kanan tempat sampah samping kiri gerbang pasar jati, paling tidak sampai bau menyengat mengganggu orang-orang yang lewat di sekitar tempat sampah krem kusam samping kiri gerbang pasar jati.

Selasa, 10 Mei 2011

Sakitnya Bumiku

Gali-gali terus, tebang-tebang terus. Sebuah fenomena yang lazim ditemui di Indonesia, rasa-rasanya juga tidak hanya di Indonesia tetapi hampir di seluruh muka bumi. Gali tambang, tidak peduli kawasan apa yang dieksploitasi, asal uji ilmiah mengatakan ada dan melimpah, serta ada modal besar sebagai pelicin dan sedikit lobi-lobi, maka tinggal gali. Taman nasional, hutan lindung, cagar alam, atau kawasan konservasi lainnya bukanlah masalah, yang penting bahan tambang berlimpah di dalamnya, gali terus sampai habis, benar-benar habis, setelah itu cari kawasan lain yang masih berlimpah bahan tambangnya. Lalu gali lagi dan lagi, sedot sampai benar-benar habis dan tinggalkan begitu saja. Rehabilitasi kawasan, nampaknya hanya sebuah slogan-slogan usang. Rehabilitasi butuh dana besar, daripada perusahaan rugi lebih baik tidak usah, urusan dengan pemerintah mudah diselesaikan dengan sedikit uang, sedikit uang dari hasil tambang yang tidak membuat perusaahn merugi. Uang datang, pejabat pemerintah senang, rehabilitasi kawasan menjadi sesuatu yang terlupakan, biarkan menjadi gurun seperti daratan-daratan Afrika.

Tebang terus, asal hutan masih luas. Tidak peduli hutan kawasan konservasi, yang penting kayu berlimpah, uang datang dan kantong menebal. Urusan ijin nampaknya semudah membalikkan telapak tangan sendiri, hanya butuh uang dan lobi, dan hasilnya pejabat pemerintah pun mangangguk tanda setuju. Tebang terus, tidak peduli berapa ratus atau ribu organisme yang mati bahkan punah, tidak peduli bumi semakin panas dan banyak bencana. Jika hutan habis, tinggal mencari kawasan lain yang siap ditebang. Jika habis benar-benar habis maka mungkin mereka si perusahaan penebang kayu akan beralih kerja menjadi penambangan pasir. Kok bisa apa hubungannya?, ternyata karena hutan habis, kawasan menjadi tanah gersang dan mungkin berpasir. Tinggal menambang pasir, dan ijin silakan diselesaikan dengan sedikit uang dan lobi-lobi lagi. Keruk terus sampai dalam, dan dalam lagi. Tinggal menunggu digenangi air dan akhirnya tenggelam. Tragisnya beberapa tahun ke depan peta Indonesia hilang, benar-benar kosong. Tidak ada gugusan tujuh belas ribu pulau.

Ironis sekali, saat bumi bertambah umurnya, justru "digerogoti" penyakit. Penyakit yang dibuat-buat oleh bakteri-bakteri jahat atau dengan istilah penghuni bumi yang berpikiran dan bertindakan seperti bakteri patogen, merusak dan merusak demi keuntungan mereka (simbiosis parasitisme). Kasihan sekali, sudah tua menanggung beban penyakit yang sulit disembuhkan. Apabila pada makhluk hidup, untuk mengatasi bakteri patogen dibutuhkan antibiotika yang mampu menonaktifkan bakteri, apakah tepat untuk menyembuhkan bumi yang sedang sakit diberikan "obat" untuk "menonaktifkan" manusia-manusia perusak. Nampaknya obat tersebut adalah kebijakan-kebijakan seputar lingkungan, namun nampaknya "obat" tersebut sudah tidak ampuh dan bakterinya (manusia-manusia perusak) pun sudah mempunyai resistensi. Sehingga diperlukan "obat" yang ampuh yang mampu mengganjar pelaku penyebab sakitnya bumi.

sang malam

malam melarutkan metafora metafora siang 
menelan kesombongan cumulonimbus 
menggeliat memuntahkan peluru peluru kemakmuran dan bencana 
namun malam tidak otoriter 
tidak pula egois 
malam menjadi sandaran akal 
meluruskan intisari kehidupan yang berliku  
agar esok hijaunya pertiwi tetaplah hijau

bogor, 15 jan 2010

kisah seekor kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung tidak terlalu panjang

sekilas tidak terlihat kalau makhluk kuning yang ada di sebelah pohon mangga adalah makhluk yang biasa keluar masuk rumah. Pohon mangga yang tidak begitu tinggi dan tidak begitu rimbun di tengah coklatnya rerumputan dan petak-petak sawah nampaknya telah menjadi semacam tempat peraduan bagi makhluk kuning itu. Dia duduk, kadang berbaring, dan kadang berdiri dengan tiga kakinya tepat di sebelah kanan pohon mangga yang tidak begitu tinggi dan tidak begitu rimbun dan tepat di atas sebuah batu kali yang membulat. Seekor kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung tidak terlalu panjang.

Tidak ada yang tahu sejak kapan kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung tidak terlalu panjang. Tidak ada yang peduli dengan kucing itu, karena petak-petak sawah dengan pohon mangga yang tidak begitu tinggi dan tidak begitu rimbun sudah tidak pernah dijamah oleh kaki-kaki petani yang seharusnya menggarap sawah. Sejak kira-kira setahun yang lalu sawah itu dibiarkan dan tidak ada langkah-langkah kaki yang melewati pematang-pematang sawah lagi. Sejak saat itu, seekor kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung tidak terlalu panjang mulai ada di di atas batu kali di sebelah kanan pohon mangga yang tidak begitu tinggi dan tidak begitu rimbun. Kaki tiga, tampaknya cocok untuk menamai seekor kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung itu. Begitu orang-orang kampung memanggilnya ketika kucing itu turun ke kampung untuk mencari makan.

Kebiasaan yang tidak lazim bagi seekor kucing. Pagi, siang, sore, malam, panas, hujan, dan angin si kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung itu tetap berdiam di sana. Dia hanya beranjak ketika lapar, bahkan orang-orang kampung pernah berujar kalau kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung jarang sekali turun ke kampung. Nenek yang rumahnya tidak jauh dari pohon mangga yang tidak begitu tinggi dan tidak begitu rimbun di tengah sawah pernah berkata kalau kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung sepertinya punya rasa untuk tidak mau merepotkan orang kampung, pasalnya dia sering makan buruannya, hanya serangga, tidak pernah berburu burung-burung kecil bersuara merdu.

Beberapa orang-orang kampung merasa iba dan sebagian lainnya merasa benci dengan kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung. Tiga kakinya pun akibat ulah orang-orang kampung yang benci padanya. Dimulai ketika sekitar enam bulan lalu, seorang lelaki paruh baya yang tinggal di ujung jalan menuju sawah kering itu, dia begitu bencinya dengan kucing. Waktu itu, kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dengan ekor menggantung masih mempunyai empat kaki, kisahnya berawal ketika si kucing mencuri sepotong ikan asin dari rumah lelaki paruh baya yang tinggal di ujung jalan menuju sawah kering itu. Melihat kelakuan kucing itu, lelaki aruh baya itu marah dan menendang kucing malang. Si kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dengan ekor menggantung terlempar sejauh dua meter ke tengah jalan. Tak berapa lama sebuah mobil sedan melintas dan melindas kaki depan kucing sampai putus. Tak hanya itu, perlakuan orang-orang kampung yang benci kepadanya, pernah suatu ketika si kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung tidak terlalu panjang hampir dibakar massa orang-orang kampung. Tendangan, cacian, dan makian pun nampaknya sudah menjadi makanan sehari-hari si kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung ketika dia pergi ke kampung dan menjumpai orang-orang kampung yang benci padanya.

Nampaknya sejak kejadian itu, si kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung tidak terlalu panjang tidak percaya lagi pada orang-orang kampung. Meskipun beberapa orang kampung yang iba terhadapnya pernah mengambilnya dan menyediakan tempat tinggal yang nyaman, tetap saja si kucing berwarna kuning di semua tubuhnya tidak ada warna selain kuning dan berkaki tiga dengan ekor menggantung tidak terlalu panjang lebih memilih tinggal di sebelah kanan pohon mangga yang tidak begitu tinggi dan tidak begitu rimbun dan tepat di atas sebuah batu kali yang membulat.

Senin, 09 Mei 2011

Kisah Si Kucing Belang Si Kucing Malang

kucing di seberang jalan rojokoyo, tampak lemah dengan jalan gontai, tampak rambut-rambut khas kucing sudah tidak berbekas, lebih mirip tikus got. Entah berapa umurnya, mungkin sudah tua, tubuhnya kecil seukuran anak kucing, tetapi si kucing malang itu sudah melintang lama di kampung sekitar jalan rojokoyo. Bahkan kakek nenek yang hidup di ujung jalan rojokoyo pernah bercerita ketika mereka muda, si kucing malang itu sudah ada di kampung itu. Tak ada yang tahu dari mana asalnya, bahkan kakek nenek itu.

Kucing itu berwarna coklat keabuan bermotif belang, seluruh tubuhnya bermotif belang, dari kepala sampai ekornya. Warga kampung jalan rojokoyo pun menyebutnya si belang. Hampir-hampir si belang ini menjadi maskot warga kampung jalan rojokoyo, karena pernah suatu hari, beberapa tahun silam, si belang berulang kali keserempet sepeda motor di jalan raya yang tidak jauh dari jalan rojokoyo, berjarak sekitar 1 km. Orang yang menyerempetnya selalu mengembalikan si belang di kampung sekitar jalan rojokoyo. Beberapa kali terserempet dan hampir terlindas truk dan bus malam, kucing bermotif belang ini masih saja hidup. Kakek nenek yang hidup di ujung jalan rojokoyo pernah berujar kalau si belang ini mempunyai kekuatan lebih sebagai kucing, dia dianugerahi kelebihan daripada kucing-kucing lainnya.

Warga kampung jalan rojokoyo benar-benar punya toleransi tinggi dengan si belang, bahkan dengan kucing-kucing lainnya, karena bisa dipastikan setiap hari di kampung jalan rojokoyo selalu ada kucing baru. Nenek pemilik warung nasi di dekat gapura jalan rojokoyo pernah bilang bahwa si belang selalu membawa temannya ke kampung jalan rojokoyo.

Toleransi adalah cerita lama, saat ini, banyak warga asli yang sudah tua, bahkan sebagian besar sudah meninggal dunia. Yang tersisa hanyalah tiga warga tua, dan sisanya adalah warga baru yang pindah ke kampung jalan rojokoyo setahun yang lalu, mereka membeli rumah-rumah tua yang sudah ditinggalkan penghuninya yang memang sudah tua.

Si belang, kucing yang dulunya maskot kampung jalan rojokoyo, sekarang hanyalah sampah kampung jalan rojokoyo. Hampir semua warga baru kampung rojokoyo memperlakukan si belang dengan tidak wajar. Dua hari yang lalu, penghuni rumah samping perempatan menendang si belang dari lantai dua. Tidak hanya itu, kemarin, penghuni rumah dekat warung nenek di dekat gapura jalan rojokoyo yang sudah seminggu lalu tutup karena si nenek sedang di rawat di panti jompo, menendang si belang sampai berada di tengah jalan rojokoyo, dan malangnya sebuah sepeda motor melaju kencang dan menyerempet si belang. Tak hanya itu, si pemilik rumah tersebut tadi pagi sempat menyiramkan air panas di tubuh si belang si kucing malang. Nampaknya seiring hilangnya warga asli, kedigdayaan si kucing belang juga mulai meredup.