Komplek perumahan yang saya tinggali ini dahulunya adalah bekas sawah dan rawa. Kondisi saat ini tentunya berbeda 180 derajat dari 20 atau 30 tahun yang lalu. Dahulu, mungkin di tempat saya berdiri ini hanyalah sawah dan mungkin juga rawa dengan sangat jarang manusia. Saat ini, tempat saya berdiri adalah paving dengan pemandangan kanan kiri berupa rumah berhiaskan lalu-lalang manusia dan kendaraan bermotor. Menurut cerita pengembang, perumahan ini berdiri karena aktivitas perkantoran di sekitar yang melaju dengan sangat cepatnya sehingga berbanding lurus dengan peningkatan populasi manusia di tempat ini.
Pak Gembul, salah seorang yang pernah bekerja di pengembang kawasan perumahan ini menuturkan bahwa 100 persen warga yang membeli perumahan ini adalah bukan warga lokal. Dan senada dengan penuturan pak Gembul; menurut pak Kenthung yang merupakan ketua RW, saat ini warga yang mendiami perumahan ini bisa dipastikan 100 persen bukanlah warga lokal yang dahulunya menggarap sawah sebelum dijadikan perumahan.
Yang menjadi lucu akhir-akhir ini dan terkait dengan pemilihan ketua RW, warga menjadi terkotak-kotak, lantaran ada sejumlah warga yang membentuk kelompok-kelompok, tentu tujuannya untuk mendukung calon ketua RW. Lucunya, ada salah satu kelompok yang terkesan meniadakan kelompok lainnya dan bahkan seakan-akan meniadakan eksistensi semua warga sebagai warga yang tinggal di perumahan ini. Kelompok tersebut menamakan dirinya sebagai kelompok Pemurnian.
Kelompok Pemurnian ini diinisiasi oleh pak Gombyor, yang juga sebagai ketua salah satu perkumpulan warga. Perkumpulan itu mereka sebut dengan perkumpulan Putih. Menurut sebagian besar warga, perkumpulan Putih bersifat eksklusif. Perkumpulan Putih ini sering sekali menyebarkan kabar-kabar yang membuat warga perumahan menjadi gaduh. Lebih sering lagi anggota kelompok Putih selalu masif menyebarkan kabar yang belum tentu kebenarannya melalui whatsapp dan facebook.
Pak Kenthung yang menjabat sebagai ketua RW sebenarnya berulang kali menegur pak Gombyor, tapi ya ibarat masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Malahan setiap kali habis ditegur, kabar-kabar yang belum tentu kebenarannya tiba-tiba masif beredar yang menyudutkan pak Kenthung.
Momen pemilihan ketua RW tampaknya benar-benar akan dimanfaatkan sebaik mungkin oleh pak Gombyor beserta kelompok Pemurnian untuk meraih simpati warga lainnya. Mereka akan menyerang calon selain pak Cemet, yang merupakan calon yang mereka usung. Isu yang dilontarkan kelompok Pemurnian saat ini dan terkesan absurd adalah larangan bagi anggota kelompok dan simaptiasannya memilih calon ketua RW yang bukan warga perumahan asli, padahal semua yang tinggal di perumahan ini adalah pendatang.
Berkumpul, berorasi, membentangkan spanduk yang bertuliskan "Saya warga Asli Perumahan" terkesan aneh bin ajaib sekaligus lucu. Kesan yang tertangkap justru adalah stigma warga yang tidak ikut kelompok mereka dan tidak memilih pak Cemet adalah bukan warga asli perumahan ini. Jika stigma ini terus berlanjut dan bahkan berkembang dan beririsan dengan kondisi lainnya tentunya akan sangat berbahaya bagi kerukunan dan keguyuban warga perumahan yang semuanya adalah pendatang.
Begitulah lucunya tetangga saya.
- Cerita adalah fiksi belaka -