Jumat, 09 Oktober 2020

Sudah Lama Ingin Menulis Lagi

Sudah sekian lama saya tidak menulis blog yang berisikan uneg-uneg atau pemikiran pribadi mengenai sesuatu hal yang terjadi di luar tubuh saya. Mungkin bisa dibilang saya menuliskan apa yang ingin saya komentari pada waktu itu, dan mayoritas adalah masalah lingkungan hidup dan konservasi, serta sedikit-sedikit apa yang saya yakini tentang politik negeri ini,  meskipun saya tidak memiliki ketertarikan mengenai dunia politik yang saya sebut sebagai politik praktis di negeri ini. Namun, seorang kawan pernah berujar bahwa untuk dapat mencapai sesuatu dalam ranah komunitas besar, maka kita harus melek politik. Ya, memang benar, menurut saya pribadi dan dari pemikiran saya (entah pembenaran saya saja), politik memang wajib kita kuasai. Namun,bukan politik praktis yang seperti kita lihat di sekitar kita, politik transaksional. Politik yang saya maksud adalah cara mencapai sesuatu, dimana sesuatu tersebut lazim dan wajar diperuntukkan untuk khalayak ramai dan lingkungan hidup yag mendukungnya dengan teknis dan cara-cara yang bermartabat, tidak merendahkan seorang pun manusia atau makhluk hidup lain, dan tidak ada unsur keinginan untuk berkuasa atau kaya.

Saya memiliki keinginan, ya bisa saya sebut sebagai keinginan, belum merupakan cita-cita, bahwa kita semua yang hidup di wilayah yang saat ini bisa disebut sebagai Indonesia dapat hidup sebagai manusia. Semua setara sebagai manusia. Manusia yang tidak merendahkan manusia lainnya, manusia yang sadar akan kemanusiaannya, manusia yang tidak mengganggu atau melukai manusia lainnya, manusia yang sadar akan lingkungan sekitarnya, manusia yang berpikir, manusia yang tidak merendahkan makhluk hidup selain manusia, manusia yang merasa planet bumi adalah rumahnya, manusia yang tidak merasa dirinya lebih unggul dalam hubungan pribumi-non pribumi atau kulit putih-non putih, serta manusia yang benar-benar manusia.

Saya ingin menuliskan apa yang saya ingin tulis berdasarkan apa yang saya pikirkan dan mudah-mudahan bukan pembenaran pemikiran saya. Sudah beberapa waktu lalu saya ingin menulis blog lagi, terutama saat politik praktis di Indonesia semakin aneh dan politik identitas semakin meningkat. Namun, belum bisa terwujud karena ada kesibukan lainnya dan mungkin ketakutan adanya jeratan pasal karet UU ITE. Entah saat ini keinginan tersebut semain menguat. Apakah saya tidak takut terhadap pasal karet UU ITE tersebut terkait dengan ketersinggungan?.

Jawabannya ya mungkin agak sedikit khawatir, tapi saya khawatir ketika apa yang saya pikirkan tidak terlampiaskan dan tidak dapat dinikmati oleh orang lain. Ya, saya lebih khawatir ketika pemikiran saya (semoga bukan pembenaran apa yag saya pikirkan) tentang sesuatu yang aneh di negeri tempat saya hidup sampai tulisan ini dibuat tidak sempat saya tuliskan, yang mana tulisan tersebut akan abadi dari keberadaan saya di planet bumi ini. Untuk hal ini, saya terkesan dari pernyataan almarhum Pramoedya Ananta Toer, dimana beliau menyatakan bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian dan supaya kita tidak hilang dari sejarah.

Akhir kata, saya bukanlah manusia yang pandai menulis, tetapi saya adalah manusia yang lebih bisa berbicara melalui jari-jari saya. Jadi mulai saat ini saya akan menulis apa pun yang ingin saya tuliskan dan apa pun tentang pemikiran saya (dan sekali lagi semoga bukan pembenaran) mengenai suatu hal yang aneh atau tidak semestinya. Karena saya berpatokan pada salah satu pasal di konstitusi republik ini yang menyatakan bahwa setiap warga negara (saya masih merasa sebagai warga negara republik ini) memiliki hak untuk menyuarakan pendapat, maka saya akan menulis. Untuk ketersinggungan sendiri, saya tidak bisa menjamin bebas dari ketersinggungan publik atau netizen. Jika ada yang tersinggung, saya berharap yang tersinggung tidak buru-buru menuju kantor polisi untuk melaporkan degan dasar pasal karet UU ITE. Jika tersinggung, mari berpikir, menjadi manusia yang berpikir dengan berdiskusi.


Salam,
Wirakid


Rabu, 30 Juli 2014

Mari Kita Menolak Penambangan Karst Rembang

Sebuah poster mengenai dampak industri terhadap kelestarian lingkungan hidup yang ditempel di salah satu tembok bangunan di kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Rabu (30/7/2014).

Pro dan kontra masih mewarnai pemanfaatan karst Kabupaten Rembang oleh PT. Semen Indonesia. Berbagai aksi penolakan pun diperlihatkan oleh warga Rembang, demonstrasi dan pemasangan poster-poster terkait penolakan adalah salah satu aksi yang sering dilakukan oleh warga yang kontra pembangunan pabrik semen. Tidak bisa dipungkiri bahwa kawasan karst merupakan kawasan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi industri semen. Batu gamping yang merupakan penyusun bentang alam karst merupakan penghasil kalsium karbonat, dimana hampir 70 – 80 persen bahan baku semen merupakan batu gamping.  Namun, kawasan karst juga mempunyai nilai lingkungan yang tinggi, yakni sebagai kawasan penyimpan air tanah dan perlindungan biodiversitas atau keanekaragaman hayati yang tinggi. Nilai lingkungan tersebut sangatlah penting bagi keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan kehidupan ekosistem sekitar kawasan karst.

Memang menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah daerah kabupaten Rembang dan propinsi Jawa Tengah, mengingat kedua wilayah ini sangat membutuhkan peningkatan pendapatan asli daerah. Namun, jika ditilik lebih lanjut di masa sekarang dimana pengalaman-pengalaman sebelumnya bahwa pemanfaatan kawasan lindung untuk industri selalu menyisakan kerusakan lingkungan yang masif, maka menurut hemat penulis, pemanfaatan kawasan karst Rembang dan pembangunan pabrik PT. Semen Indonesia sudah sepatutnya harus dihentikan. Meskipun PT. Semen Indonesia mengatakan bahwa pembangunan usahanya sudah mengantongi dukungan dari pejabat-pejabat di lingkup pemerintah kabupaten dan propinsi.

Investasi industri semen memang sangat besar nilai ekonominya, tetapi investasi kelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati justru sangat besar nilainya, baik itu nilai ekonomi maupun non-ekonomi. Pemanfaatan kawasan lindung oleh industri tambang selalu menyisakan efek samping yang tidak begitu kecil, misalnya saja polusi, hilangnya sumber air, kekeringan, serta rusaknya lahan-lahan pertanian dan perkebunan masyarakat. Efek samping tersebut sangatlah tidak berimbang dengan keuntungan ekonomi yang dihasilkan industri tersebut. Memang, secara hukum, pihak industri dan pihak pemerintah (propinsi dan kabupaten) memegang kunci utama bagi keberlanjutan usaha ini. Namun, mereka seharusnya bisa mengerti dan paham mengenai kearifan lokal masyarakat sekitar dan masalah kelestarian lingkungan. Mereka sudah seharusnya menjadi kawan bagi masyarakat awam dalam membangun wilayah yang selaras dengan kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup. Mereka dengan kebijakannya bisa mengubah itu semua.

Namun, apa yang diperbuat pemerintah (propinsi dan kabupaten) selalu bertentangan dengan aspirasi masyarakat yang dipimpinnya. Menurut hemat penulis, pemerintah harus memperhatikan UUNo.  32 tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia bisa berupa peran pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan menyampaikan informasi dan atau laporan.

Menurut pendataan Aliansi Warga Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK), telah ditemukan bukti-bukti lapangan di kawasan cekungan air tanah Watuputih Rembanng, yakni 109 mata air, 49 goa, dan empat sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit bagus, serta fosil-fosil yang menempel pada dinding goa. Dari data ini sudah sepantasnya pemerintah propinsi Jawa Tengah dan kabupaten Rembang berpikir ratusan bahkan ribuan kali untuk menerbitkan ijin pemanfaatn karst kepada industri semen.

Ini adalah lebih kepada persoalan kelestarian lingkungan hidup, sudah sepantasnya kita semua berpikir ulang bagaimana kita memperlambat laju kerusakan lingkungan hidup, karena sejatinya kelestarian lingkungan hidup lambat laun akan menurun juga. Di tangan manusia lah kunci kelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. Jika penambangan akan menghasilkan untung besar dalam jangka pendek, maka melestarikan lingkungan hidup akan menghasilkan untung besar dalam jangka panjang, dan semua lini kehidupan akan berjalan baik. Dan satu lagi, negeri kita berdiri karena kekayaan alamnya, kekayaan keanekaragaman hayatinya, kearifan lokal masyarakatnya, serta pertaniannya (dalam arti luas), negeri kita bukan berdiri dari industri perusak alam dan masyarakat bermental buruh.

Kalau penulis tidak salah ingat, pemerintah pusat pernah berujar mengenai swasembada di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan yang harus diraih oleh bangsa ini. Lalu, mengapa tidak kita manfaatkan kawasan sekitar lindung karst untuk mendukung “swasembada” di bidang tersebut. dengan teknologi yang dipunyai oleh anak-anak bangsa sudah seharusnya kita mampu, mengingat ribuan sarjana dari bidang tersebut tersebar di negeri ini. Jika tidak keberatan, penulis sampaikan, marilah kita hentikan penambangan karst yang dilindungi atau karst yang memang nyata-nayata mempunyai nilai-nilai keanekaragaman hayati. Mari kita beralih kepada pembangunan wilayah yang berorientasi kepada kelestarian lingkungan hidup.


Salam Lestari !!!

Sabtu, 26 Juli 2014

Tinta Merah Menyala

Telah banyak yang kami coretkan
Di atas hamparan tanah hijau biru
Entah dengan tinta putih atau hitam
Atau  abu abu
Tetapi lebih banyak merah menyala
Membakar setiap hijau
Mencekik napas lepas
Merobek kilau biru

Hancur sudut semesta
Akibat aku kamu
Dan kita para khalifah
Yang tak malu
Akan karya menjijikkan

Tidakkah kalbu mengutuk
Atas tinta merah
Yang kita tebar selama hidup

Sadarkah ketika alam memeluk
Dengan segala keramahan
Langitnya teduh
Memecah setiap cucuran keringat
Yang jatuh
Anginnya mesra
Membelai setiap uban di rambut

Oh, inilah alam, kawan manusia
Hanya ingin memberi, tidak menuntut

Namun, tinta merah menyala yang telah kita coretkan
Duh Gusti, kami memohon ampunan Mu
Atas tingkah dan kesombongan
Terhadap hijau biru
Yang telah Engkau anugerahkan
Di bumi khatulistiwa laksana zamrud
Semoga kesalehan terhadap alam tertanam
Dan muncul
Di dalam setiap jiwa
Dan kalbu
Setelah berakhirnya bulan penuh rahmat

Lestari semoga terwujud
Untuk alam negeri Indonesia



Tangerang Selatan, 27 Juli 2014

Kamis, 24 Juli 2014

Kesejahteraan Satwa dan Kelestarian Keanekaragaman Hayati Indonesia



Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai megabiodiversity country atau negara yang mempunyai kekayaan hayati tertinggi di dunia. Mengutip dari buku Biologi Konservasi karya Indrawan M, dkk (2007); penyebab tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia diantaranya adalah wilayah Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai iklim stabil, serta secara geografis, wilayah Indonesia dilintasi oleh dua pusat distribusi biota (tipe Oriental dan Australia). Untuk kekayaan satwa, beberapa literatur menegaskan bahwa sekitar 17 persen satwa yang ada di muka bumi terdapat di wilayah Indonesia. Tidak hanya itu saja, menurut IUCN (2011), Indonesia memiliki satwa endemik dengan jumlah yang besar. Melihat kondisi ini, tentunya kita sebagai bangsa Indonesia patut berbangga terhadap prestasi alam bumi Indonesia ini.
            Namun, akhir-akhir ini bisa dikatakan telah terjadi ancaman kepunahan terhadap hampir semua jenis satwa liar di wilayah Indonesia. Menurut data IUCN pada tahun 2011, jumlah satwa yang terancam punah di wilayah Indonesia diantaranya adalah 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, dan 32 jenis amfibi. Jumlah satwa terancam punah tentu akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Banyak literatur yang menyatakan bahwa penyebab utama penurunan kuantitas dan kualitas kekayaan hayati satwa di Indonesia adalah rusaknya habitat tempat satwa hidup serta adanya peningkatan perdagangan satwa liar. Dua kondisi tersebut sangatlah berkaitan erat. Pola pembangunan dan perekonomian yang kurang berpihak kepada kelestarian lingkungan hidup telah dituding sebagai salah satu penyebabnya. Selain itu, jika dicermati lebih mendalam, kurangnya pemahaman dan penerapan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan/satwa juga menjadi penyebab pokok terhadap penurunan kekayaan hayati satwa liar Indonesia. Konflik antara manusia dengan satwa liar di sekitar kawasan konservasi, buruknya pengelolaan beberapa lembaga konservasi satwa, serta eksploitasi terhadap pemanfaatan satwa liar yang meningkat akhir-akhir ini merupakan contoh kecil dari lemahnya pemahaman dan penerapan kesejahteraan hewan di Republik Indonesia.

Kesejahteraan Hewan
            Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Menurut undang-undang tersebut, penyelenggaraan kesejahteraan hewan dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama masyarakat. Di dalam kesejahteraan hewan dikenal lima prinsip freedom, yaitu freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus); freedom from discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman); freedom from pain, injury, and disease (bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit); freedom from fear and distress (bebas dari rasa takut dan tertekan); serta freedom to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiahnya). Kesejahteraan hewan dapat dikatakan sebagai “hak asasi” untuk hewan/satwa. Hak tersebut merupakan hak pokok bagi satwa untuk diperlakukan sebagaimana mestinya sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan dan sebagai dasar bagi kelangsungan hidup satwa beserta segala hal yang menyertainya (habitat satwa). Selain itu, khusus untuk satwa liar dilindungi juga sudah tertulis jelas aturannya di Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
            Satwa liar sangatlah rentan terhadap penyimpangan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan. Lemahnya penerapan kesejahteraan hewan yang telah terjadi akhir-akhir ini menjadi pertanda bagi minimnya penghargaan masyarakat kita akan kekayaan hayati negaranya sendiri. Pemahaman dan penerapan kesejahteraan hewan yang baik akan berbanding lurus dengan kelestarian keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu diperlukan penyebaran informasi mengenai kesejahteraan hewan di masyarakat luas dan juga diperlukan penegakan hukum terkait penyimpangan kesejahteraan hewan.

Seperti yang diungkapkan oleh Mahatma Gandhi, the greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its animals are treated atau kemajuan moral suatu bangsa dapat dinilai bagaimana bangsa itu memperlakukan satwanya. Maka sudah sepatutnya semua pihak terutama yang mempunyai kaitan dengan kelestarian satwa untuk meningkatkan penerapan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan di dalam pengelolaannya sehingga tercipta kelestarian kekayaan jenis satwa yang merupakan bagian dari keanekaragaman hayati. Apabila keanekaragaman hayati negara kita terus lestari, maka secara tidak langsung akan mengangkat derajat Republik Indonesia di mata dunia. Dan tentunya, kita semua sebagai bangsa Indonesia akan berbangga atas prestasi bumi Indonesia dan bangga bahwa kita telah hidup di negara dengan kekayaan hayati yang luar biasa berlimpah. 

Jumat, 18 Juli 2014

Rusa Bawean Ragunan

Seekor rusa bawean merumput di salah satu kandang rusa di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2014).

Selasa, 15 Juli 2014

Kelestarian Keanekaragaman Hayati Di Sekitar Kita



Indonesia adalah negeri yang kaya akan keanekaragaman hayati, bermacam-macam dan berjenis-jenis satwa dan tumbuhan hidup di negara kepulauan ini. Begitu kayanya, banyak dari mereka belum sempat terurus. Tingginya nilai keanekaragaman hayati negeri ini adalah suatu anugerah yang diturunkan Tuhan ke negeri yang bernama Indonesia. Karena kita adalah manusia yang beriman, maka segala macam anugerah dari Tuhan sudah seharusnya dan wajib kita syukuri. Mensyukuri keanekaragaman hayati yang begitu besarnya dapat kita lakukan dengan aksi nyata peduli dan ikut melestarikan keanekaragaman hayati. Namun, banyak dari masyarakat yang belum menyadari anugerah tersebut. Sehingga negara berupaya keras melindungi keanekaragaman hayati dengan membagi-baginya ke dalam wilayah yang dilindungi dan tidak. Kawasan yang dilindungi (konservasi) merupakan kawasan yang mempunyai nilai keanekaragaman hayati tinggi, dimana di kawasan ini diberlakukan pembatasan aktivitas manusia.

Sebenarnya, hampir di seluruh wilayah Indonesia mempunyai nilai keanekaragaman yang tinggi, baik itu di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi. Namun, saat ini dengan adanya pertambahan penduduk dan pembangunan fisik yang tinggi, keanekaragaman hayati di luar kawasan konservasi mulai berkurang. Misalnya, keanekaragaman burung, dua puluh tahun lalu, mungkin di kota sebesar Jakarta masih dijumpai banyak jenis-jenis burung dengan kelimpahan setiap jenis yang tinggi. Namun, saat ini, di tahun 2014, keanekaragaman burung di kota besar seperti Jakarta sudah mulai berkurang, dan kita hanya bisa menjumpai di daerah-daerah pinggiran atau taman-taman kota, dan itu pun dengan kondisi kelimpahan yang memprihatinkan.

Tidak hanya itu, satwa yang lain juga meraskan kondisi seperti yang dialami satwa burung. Misalnya saja beberapa jenis reptil, amfibi, kupu-kupu dan capung. Beberapa jenis capung yang sangat sensitif terhadap pencemaran lingkungan mungkin sudah tidak bisa dijumpai lagi di kota-kota besar, bahkan mungkin bisa dibilang punah. Sungguh sangat memprihatinkan. Seharusnya, kelestarian keanekaragaman hayati di luar kawasan lindung mendapat prioritas utama dalam pembangunan kota atau daerah, karena kelestariannya akan sangat mendukung kelestarian keanekaragaman hayati di dalam kawasan lindung yang saat ini kita pertahankan mati-matian.

Bisa dibilang, kelestarian keanekaragaman hayati berada di ujung tanduk kepunahan. Laju kepunahan memang tidak bisa dihentikan, tetapi lajunya harus diperlambat dan harus sangat-sangat diperlambat. Di dalam kawasan lindung, adalah peran pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang utamanya adalah pelestarian diiringi dengan penegakan hukum setinggi-tingginya dan pelibatan peran serta masyarakat sekitar. Di luar kawasan lindung, adalah peran pemerintah dan masyarakat yang sadar dan peduli akan pentingnya kelestarian keanekaragaman hayati yang ada di sekitar. Memang, undang-undang dan peraturan pemerintah sudah hampir mengakomodasi untuk perlindungan keanekaragaman hayati negeri ini, tetapi kepedulian sebagian besar masyarakat masih belum menuju ke sana. Di luar kawasan lindung, sering kebijakan yang sudah ada sebelumnya berbenturan dengan kepentingan kelompok tertentu, misalnya saja pemerintah daerah atau kabupaten yang tidak “mematuhi” kebijakan yang ada sebelumnya, bahkan cenderung dibilang mengeksploitasi, atau pembangunan fisik daerah yang jauh dari pembangunan hijau.

Sudah saatnya kita yang sadar ikut menyadarkan pentingnya pelestarian keanekaragaman hayati di dalam dan di luar kawasan lindung (konservasi) kepada masyarakat umum. Mungkin untuk saat ini, kita juga harus dua kali lebih banyak menyuarakan pentingnya kelestarian keanekaragaman hayati di luar kawasan lindung, karena kelestarian di luar kawasan bisa dibilang sangat-sangat mengkhawatirkan. Bagaimana dan dengan cara apa penyadaran itu dilakukan?, mungkin yang sangat mudah adalah mengenalkan jenis-jenis satwa dan flora yang hidup di sekitar tempat tinggal kita, bisa melalui karya visual, audio-visual atau suatu kegiatan. Cara yang berikutnya adalah ikut mengawal dan memantau kebijakan dan pembangunan pemerintah daerah. Selainn itu, cara berikutnya adalah membuat tata aturan mengenai pelestarian suatu jenis satwa atau flora di tingkat kelompok masyarakat yang lebih kecil, misalnya desa, seperti yang telah dilakukan oleh masyarakat di salah satu desa di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang membuat aturan mengenai pelestarian burung serak jawa (Tyto alba). Di desa tersebut, masyarakat sudah sadar dan peduli akan kelestarian burung serak jawa yang berpotensi sebagai predator alami bagi hama tikus di persawahan.

Harapan pasti ada, begitupun dengan kelestarian keanekaragaman hayati negeri ini. Laju kepunahan yang semakin meluncur cepat, harus ditekan dilambatkan. Kunci dari kelestarian adalah kebijakan pemerintah disertai penegakan hukum yang tegas, serta diiringi oleh partisipasi masyarakat yang sadar dan peduli. Kelestarian keanekaragaman bukanlah absurd dan bukanlah tidak memberikan efek apapun, kelestarian keanekaragaman hayati akan memberikan efek yang holistik, meluas ke seluruh bagian-bagian kehidupan. Kelestarian keanekaragaman hayati akan memberikan efek kelestarian dan peningkatan produktivitas lahan-lahan pertanian di suatu wilayah secara langsung maupun tidak langsung.

Salam Lestari !!!


Minggu, 13 Juli 2014

Coretan Pagi Tentang Pohon



Mungkin tidak banyak yang menyadari betapa uniknya sebuah pohon di suatu kota besar yang sangat ramai. Pohon layaknya seorang ibu yang menjadi tempat keluh kesah orang-orang yang capek dan lelah setelah mengadu nasib di kala siang hari, lihatlah banyak dari mereka yang berteduh di bawahnya sambil mengadu tentang nasib-nasibnya. Pohon juga layaknya seorang teroris bagi kehidupan kota besar, karena sewaktu-waktu akan mengancam mewahnya kehidupan orang-orang kota, lihatlah ketika pohon ambruk menimpa sebuah mobil mewah. Pohon juga layaknya seorang rakyat kecil yang siap-siap digusur bahkan dimatikan hak hidupnya kala kebutuhan kota sedang tidak membutuhkan kehadiran pohon, tetapi membutuhkan tembok-tembok beton. Pohon juga layaknya papan reklame gratis, yang setiap saat bisa ditempeli papan-papan iklan.

Untunglah mereka, pohon, tidak atau memang belum dapat berbicara, protes, dan bahkan melakukan gerakan people power kepada manusia kota. Mereka hanya sambat dan prihatin, betapa munafiknya makhluk yang namanya manusia kota. Mereka, manusia kota, menganggap pohon hanyalah “perusak” sebuah rencana pembangunan kota besar, tetapi di sisi lain, mereka sering berbondong-bondong menikmati keteduhan pepohonan di kala bebas aktivitas kantor. Tidak sedikit pohon di kota besar yang “diculik” dan dihilangkan hak hidupnya hanya untuk sebuah pembangunan fisik kota, yang menurut pribadi ini merupakan pembangunan yang absurd.

“Apa salahnya sebuah pohon di kota besar?”, mereka hidup bukan untuk mereka sendiri, melainkan hidup untuk mendukung kehidupan makhluk lain. Jika akar-akar mereka merusak trotoar atau aspal, itu bukan salah mereka, karena mereka membutuhkan sedikit kemauan manusia untuk berbagi dengan mereka. Apa salahnya jika pembangunan trotoar dan aspal tersebut disesuaikan dengan fisik sebuah pohon yang ada di sana. Mereka, pohon, tidak meminta-minta untuk hidup. Mereka contoh makhluk yang kreatif yang ada di bumi ini. Mereka menghasilkan suatu karya besar dari bahan-bahan mentah yang selama ini belum banyak dipikirkan manusia. Bisa dibilang, mereka berprinsip, hidup untuk berkarya.

Lihatlah banyak makhluk-makhluk lemah lainnya yang berlindung di dalam rapuhnya pohon di sebuah kota besar. Katakanlah, misalnya satwa, mungkin ada beberapa satwa yang mulai terancam kepunahannya di dalam sebuah pohon di kota besar. Sungguh manfaat mereka, pohon, adalah sangat besar bagi kehidupan manusia, entah itu di kota atau di desa. Keteduhan dan udara yang bersih, adalah karya dari makhluk yang namanya pohon. Lantas, mengapa banyak dari kita yang tidak menyukai kehidupan sebuah pohon?, apakah kita sudah tidak membutuhkan oksigen lagi untuk bernapas?, dan apakah keteduhan-keteduhan alami sudah tergantikan oleh adanya air conditioner?


Pembangunan fisik sebuah kota besar yang selama ini tidak ramah lingkungan hidup sudah seharusnya diubah. Namun, yang utama harus dilakukan perubahan adalah sikap dari semua masyarakat dalam memandang sebuah pohon. Pohon adalah makhluk yang juga harus kita hargai keberadaannya di tengah-tengah kehidupan kita. Pohon adalah makhluk hidup seperti kita yang mempunyai hak hidup. Apabila banyak masyarakat yang bersikap “baik” kepada pohon, maka tidaklah sulit suatu kebijakan yang pro terhadap lingkungan hidup akan tercipta.