Indonesia
merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai megabiodiversity country atau negara yang mempunyai kekayaan hayati
tertinggi di dunia. Mengutip dari buku Biologi Konservasi karya Indrawan M, dkk
(2007); penyebab tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia diantaranya adalah
wilayah Indonesia terletak di kawasan tropik yang mempunyai iklim stabil, serta
secara geografis, wilayah Indonesia dilintasi oleh dua pusat distribusi biota
(tipe Oriental dan Australia). Untuk kekayaan satwa, beberapa literatur
menegaskan bahwa sekitar 17 persen satwa yang ada di muka bumi terdapat di
wilayah Indonesia. Tidak hanya itu saja, menurut IUCN (2011), Indonesia
memiliki satwa endemik dengan jumlah yang besar. Melihat kondisi ini, tentunya
kita sebagai bangsa Indonesia patut berbangga terhadap prestasi alam bumi
Indonesia ini.
Namun, akhir-akhir ini bisa
dikatakan telah terjadi ancaman kepunahan terhadap hampir semua jenis satwa liar
di wilayah Indonesia. Menurut data IUCN pada tahun 2011, jumlah satwa yang
terancam punah di wilayah Indonesia diantaranya adalah 184 jenis mamalia, 119
jenis burung, 32 jenis reptil, dan 32 jenis amfibi. Jumlah satwa terancam punah
tentu akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Banyak literatur
yang menyatakan bahwa penyebab utama penurunan kuantitas dan kualitas kekayaan
hayati satwa di Indonesia adalah rusaknya habitat tempat satwa hidup serta
adanya peningkatan perdagangan satwa liar. Dua kondisi tersebut sangatlah
berkaitan erat. Pola pembangunan dan perekonomian yang kurang berpihak kepada
kelestarian lingkungan hidup telah dituding sebagai salah satu penyebabnya.
Selain itu, jika dicermati lebih mendalam, kurangnya pemahaman dan penerapan
prinsip-prinsip kesejahteraan hewan/satwa juga menjadi penyebab pokok terhadap
penurunan kekayaan hayati satwa liar Indonesia. Konflik antara manusia dengan
satwa liar di sekitar kawasan konservasi, buruknya pengelolaan beberapa lembaga
konservasi satwa, serta eksploitasi terhadap pemanfaatan satwa liar yang
meningkat akhir-akhir ini merupakan contoh kecil dari lemahnya pemahaman dan
penerapan kesejahteraan hewan di Republik Indonesia.
Kesejahteraan Hewan
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesejahteraan hewan adalah segala
urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran
perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi
hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang
dimanfaatkan manusia. Menurut undang-undang tersebut, penyelenggaraan
kesejahteraan hewan dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama
masyarakat. Di dalam kesejahteraan hewan dikenal lima prinsip freedom, yaitu freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus); freedom from discomfort (bebas dari rasa
tidak nyaman); freedom from pain, injury,
and disease (bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit); freedom from fear and distress (bebas
dari rasa takut dan tertekan); serta freedom
to express natural behavior (bebas untuk mengekspresikan tingkah laku
alamiahnya). Kesejahteraan hewan dapat dikatakan sebagai “hak asasi” untuk
hewan/satwa. Hak tersebut merupakan hak pokok bagi satwa untuk diperlakukan sebagaimana
mestinya sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan dan sebagai dasar bagi
kelangsungan hidup satwa beserta segala hal yang menyertainya (habitat satwa). Selain
itu, khusus untuk satwa liar dilindungi juga sudah tertulis jelas aturannya di
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
Satwa liar sangatlah rentan terhadap
penyimpangan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan. Lemahnya penerapan
kesejahteraan hewan yang telah terjadi akhir-akhir ini menjadi pertanda bagi
minimnya penghargaan masyarakat kita akan kekayaan hayati negaranya sendiri. Pemahaman
dan penerapan kesejahteraan hewan yang baik akan berbanding lurus dengan
kelestarian keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu diperlukan penyebaran
informasi mengenai kesejahteraan hewan di masyarakat luas dan juga diperlukan
penegakan hukum terkait penyimpangan kesejahteraan hewan.
Seperti
yang diungkapkan oleh Mahatma Gandhi, the
greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its
animals are treated atau kemajuan moral suatu bangsa dapat dinilai
bagaimana bangsa itu memperlakukan satwanya. Maka sudah sepatutnya semua pihak
terutama yang mempunyai kaitan dengan kelestarian satwa untuk meningkatkan
penerapan prinsip-prinsip kesejahteraan hewan di dalam pengelolaannya sehingga
tercipta kelestarian kekayaan jenis satwa yang merupakan bagian dari
keanekaragaman hayati. Apabila keanekaragaman hayati negara kita terus lestari,
maka secara tidak langsung akan mengangkat derajat Republik Indonesia di mata
dunia. Dan tentunya, kita semua sebagai bangsa Indonesia akan berbangga atas
prestasi bumi Indonesia dan bangga bahwa kita telah hidup di negara dengan
kekayaan hayati yang luar biasa berlimpah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar