Selasa, 30 Agustus 2011

Untuk Negriku 9

Akhir-akhir ini tayangan televisi yang mengumbar keperkasaan manusia sering diputar pada jam-jam istirahat di sela-sela tayangan khusus anak dimana mayoritas penontonnya adalah anak-anak. Tayangan tersebut menggambarkan bagaimana manusia berkuasa terhadap alam, dalam hal ini adalah hewan atau lebih tepatnya satwa liar. Tayangan yang mempertontonkan "kekuasaan" yang berlebihan manusia akan satwa tanpa melihat aspek kenyamanan hewan dalam prinsip animal welfare. Dari tayangan ini dapat ditarik kesimpulan awal bahwa satwa dan atau satwa liar "dapat" dan "lazim" diperlakukan seperti tayangan tersebut. 

Jam tayang di siang hari ketika banyak anak-anak kecil menonton menjadikan tayangan tersebut terkesan seperti "cuci otak" anak-anak generasi penerus bangsa dalam memperlakukan satwa dan atau satwa liar yang merupakan unsur biodiversitas negeri ini. Apa yang terjadi ketika daya pikir anak-anak yang polos menangkap sebuah tayangan yang seolah-olah telah dilazimkan tersebut. Dengan mudahnya mereka akan berpikiran "eksploitasi" terhadap keanekaragaman hayati ketika dewasa, dan tidak hanya itu saja, kemungkinan pengaruh terburuknya adalah perubahan perilaku dan moral menjadi generasi penerus bangsa yang mengijinkan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. 

Inilah bencana yang akan menimpa negara bangsa ini ketika tayangan kekerasan tehadap alam disahkan dan dilazimkan begitu saja. Bencana yang datang ketika keanekaragaman hayati sudah menunjukkan titik nol bahkan minus, serta hilangnya keramah-tamahan bangsa ini karena tergantikan oleh kekerasan-kekerasan dan kesewenang-wenangan. Nampaknya semua unsur negara bangsa ini harus belajar dari ungkapan Gandhi, "The greatness of a nation and its moral progress can be judged by the way its animals are treated"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar