Minggu, 30 Oktober 2011

Belum Bersua Lagi

Cepat dan semrawut, begitulah kesan terhadap "perkembangan" kehidupan makhluk berakal dan berimaji di negeri ini. Ah, inilah hidup dan kehidupan, sebuah dinamika yang terseret modernisasi industrialisasi materialistik globalisme sesat, itulah yang dianggap lebih beradab. Entah "adab" dimaknai sebagai sebuah budi pekerti dan kesopanan, ataukah yang lain, entahlah. Sedangkan apa-apa yang berbau naturalistik dianggap sebagai kurang "beradab", sebuah fenomena yang sedang menjangkiti mental masyarakat negeri indah ini. Naturalistik kurang menguntungkan secara ekonomi dan dianggap sebagai penghambat modernisasi materialisme.

Negeri jembatan yang seharusnya dibangun dengan pondasi naturalis diubah menjadi negeri yang berdasar materialis, akhirnya uang dan harta yang berbicara daripada kehalusan dan keramahtamahan budi pekerti serta kearifan lokal. Fenomena yang sudah menjadi santapan tiap hari, bahkan baru beberapa masa, apa-apa yang hijau telah menjelma menjadi ikon modern materialis, tak ada lagi keriuhan gesekan dedaunan hijau muda, semuanya dan hampir semuanya berganti menjadi keramaian suara sepatu-sepatu mewah yang beradu dengan marmer.

Ah, inilah hidup. Kala ini, ingatan itu tiba-tiba menyeruak menjejali isi tempurung kepala yang tak bervolume besar. Sebuah ingatan akan keriuhan pycnonotus, dicaeum, orthotomus, psittacula, dkk, ataupun spilornis. Mereka selalu hinggap dan bercericit dalam ingatan setiap akhir pekan, mendobrak imaji akhir pekan untuk berbuat lebih. Lama tak berjumpa, apakah mereka masih dipelihara untaian tanah negeri ini, semoga saja mereka masih hinggap dan berceloteh riang diantara dahan-dahan di suatu tempat sana. Lama tak bersua, semoga kedua mata ini berjumpa dengan keindahan dan kesahajaan kalian. Sebuah keinginan sungguh telah jejal-menjejal memenuhi ruangan kosong dalam tempurung kepala, keinginan untuk bersua kembali sebelum mata terpejam dalam tidur siang, tidur malam, ataupun tidur pulas selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar