Selasa, 27 Desember 2011

Akhir Kisah Dusun Bathok

Tak pernah sepi, begitulah sepotong kalimat yang selalu terlontar oleh
siapa saja ketika menginjakkan kaki di dusun Bathok. Jauh dari
hiruk-pikuk kehidupan glamor kota besar, tidak menghalangi kemeriahan
suasana dusun Bathok setiap hari. Sebuah dusun yang tidak begitu luas
dan hanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga. Laut Jawa, hutan
mangrove, dan hutan jati, adalah tiga titik yang merupakan pembatas
dusun dari dusun-dusun sekitar, bahkan bisa dibilang bahwa dusun
Bathok merupakan tipe wilayah yang terisolir dari wilayah sekitar.
Hanya terdengar gesekan dedaunan dan lantang suara warga ketika siang,
serta hanya terpancar kelip kunang-kunang dan redup cahaya teplok kala
gelap menjelang, lantaran listrik belum dikenal warga.

Riuh tawa anak-anak selalu mengiringi waktu di dusun Bathok,
menghambur menyesaki setiap sudut dusun. "Mereka adalah rejeki, jadi
biarkan langkah mereka menjejaki setiap jengkal tanah dusun, biar
rejeki itu mengaliri dusun Bathok", begitulah ujar mbah Sukun,
satu-satunya tetua dusun yang sudah berumur hampir sembilan puluh
tahun.

Hampir semua warga dusun Bathok lebih memilih berkarya di dusunnya
sendiri, lantaran anggapan bahwa dusun Bathok lebih memberikan
keselamatan bagi mereka, walaupun pada akhirnya mereka harus rela
menerima kehidupan yang sederhana. Petani kopra, petani singkong,
nelayan, peternak kambing, dan pencari kayu bakar, lima mata
pencaharian yang telah dilakoni warga dusun Bathok selama puluhan
tahun. Tidak pernah terdengar keluhan warga. Mereka merasa, dusun
Bathok sebagai ibu, dan mbah Konyik sebagai bapak. Dua sosok itulah
yang selalu memanjakan seluruh warga dusun. Menurut mereka, kehidupan
kota di luar dusun sangatlah kurang beradab. Hilangnya separuh hutan
jati di dusun Bathok adalah ulah masyarakat kota, begitulah anggapan
mereka.

Walaupun sama sekali tidak ada bangunan sekolah formal di dusun
Bathok, warga dusun tetap mengerti tentang baca dan tulis, bahkan bisa
dibilang semua warganya paham betul perihal membaca dan menulis, baik
huruf latin maupun huruf arab. Inilah yang dianggap aneh oleh
orang-orang kota atau dusun tetangga, bahkan ada yang menganggap
mereka mewarisi ilmu laduni. Namun, anggapan tersebut tampaknya tidak
selalu benar, lantaran warga dusun mempunyai tradisi pamong, dimana
warga dewasa ataupun tua yang lebih pandai akan mengasuh warga muda
dalam segala hal atau lebih tepatnya mereka akan menurunkan ilmu
pengetahuannya kepada warga muda.

---------------------

Dusun Bathok, sebuah wilayah dataran rendah di tepi laut Jawa dianggap
oleh sebagian warga kota dan dusun tetangga sebagai wilayah yang
menyimpan misteri, bahkan ada anggapan bahwa warga dusun Bathok adalah
orang-orang yang aneh, lantaran mereka jarang berinteraksi dengan
warga dusun sekitar dan bahasanya pun dianggap berbeda dengan bahasa
jawa yang lazim digunakan oleh warga di kota yang menaungi dusun
Bathok. Sampai saat ini pun belum ada yang tahu sejarah dan seluk
beluk dusun Bathok. Beberapa anggapan yang pernah dipercaya warga
dusun sekitar ialah mereka, warga dusun Bathok bukan orang asli
wilayah itu, mereka berasal dari daerah lain yang kemudian membangun
sebuah dusun di tengah-tengah hutan mangrove dan rimbunnya hutan jati,
tidak ada yang tahu dari mana asal mereka, hanya anggapan bahwa mereka
berasal dari negeri seberang. Sedangkan anggapan lain yang juga
dipercaya warga adalah warga dusun Bathok sebenarnya adalah
orang-orang buangan sejak jaman Majapahit, lantaran mereka dianggap
memberontak kala itu, mereka diisolasi di tengah-tengah hutan jati
dengan harapan mereka tidak akan bisa keluar dari hutan itu. Namun,
anggapan-anggapan seperti itu nampaknya hanya menjadi bumbu-bumbu
kehidupan yang menghiasi suasana dusun-dusun sekitar dusun Bathok dan
juga dusun Bathok sendiri.

Meskipun penuh misteri, warga dusun Bathok dikenal dengan jiwa
sosialnya yang tinggi. Pernah suatu ketika dusun tetangga mengalami
musim paceklik, dengan serta merta warga dusun Bathok membagikan hasil
buminya ke seluruh dusun yang dilanda paceklik, dan sampai sekarang
pun mereka masih suka membagikan sebagian hasil buminya ke wilayah
yang kekurangan, tidak tanggung-tanggung, beberapa ekor kambing pun
pernah disumbangkan untuk membantu dusun Cemong, dusun yang terkenal
karena ketandusannya. Selain itu, mereka sering menyumbangkan dana
untuk pembangunan masjid di dusun Kesemek, salah satu tetangga dusun.
Walaupun banyak anggapan bahwa warga dusun Bathok sama sekali tidak
mengenal uang.

Setiap bulan purnama, warga dusun Bathok akan berkumpul di sekitar
rumah gebyok tempat tinggal mbah Sukun. Rumah mbah Sukun, begitulah
warga menamainya, terletak agak jauh dari rumah-rumah warga lainnya.
Tidak ada yang tahu usia rumah mbah Sukun, mungkin puluhan dan atau
ratusan tahun. Tepat di tengah-tengah hutan jati, rumah mbah Sukun
berdiri kokoh. Meskipun lokasinya yang jauh dari pemukiman sebagian
besar warga, setiap hari selalu ramai dikunjungi oleh warga, dan
puncaknya terjadi kala malam dengan bulan penuh. Malam purnama
dianggap sebagai malam yang penuh berkah. Menghambur riuh, sambil
menikmati sajian panganan dari hasil bumi, begitulah suasana setiap
malam purnama. Lagu-lagu dolanan yang keluar dari mulut-mulut mungil
serasa tidak mau kalah dengan celoteh guyon-guyonan orang dewasa.

Hampir seluruh warga dusun Bathok yang menyesaki rumah gebyok mbah
Sukun kala malam bulan penuh selalu menunggu wejangan dari mbah Sukun.
Biasanya wejangan itu keluar menjelang tengah malam. Tidak hanya itu,
mereka juga selalu berharap melihat kemunculan mbah Konyik.
Bulan-bulan sebelumnya, mbah Konyik selalu menampakkan diri sebelum
wejangan dilontarkan oleh mbah Sukun. Di atas batu kali, di bawah
pohon beringin di sela-sela rerimbunan hutan jati itulah mbah Konyik
selalu merebahkan tubuhnya kala malam purnama. Menurut anggapan warga,
jika mbah Konyik menampakkan dirinya saat malam purnama, maka
kesejahteraan dan kemakmuran akan menghampiri dusun Bathok selama satu
bulan penuh.

Mbah Sukun, di usianya yang renta tidak pernah bosan berujar
mengingatkan warganya untuk selalu guyub rukun, murah senyum,
menghormati alam, tradisi lokal, dan selalu ikhlas. Beliau bertubuh
kurus namun tinggi, berkulit sawo matang, berambut panjang dengan uban
hampir mendominasi helai rambutnya, dan anehnya, di wajahnya tidak
memperlihatkan kerut-kerut ketuaan. Beliaulah satu-satunya tetua dusun
yang masih hidup sampai sekarang. Mbah Sukun dianggap sebagai orang
yang mempunyai kelebihan dan beliau juga merupakan keturunan leluhur
yang membangun dusun Bathok. Rumah gebyok di tengah hutan merupakan
satu-satunya harta yang dimiliki mbah Sukun. Namun, mbah Sukun pernah
berujar bahwa harta yang tak ternilai bagi beliau adalah ketentraman
dusun Bathok. Rumah beliau juga diperuntukkan untuk semua warga, atau
dengan kata lain, mbah Sukun membuka pintu bagi semua warga yang ingin
menggunakan rumah gebyoknya untuk kepentingan umum dusun Bathok.

-----------------------------

Mbah Konyik dianggap warga sebagai bapak dusun, atau dengan kata lain
beliau dianggap sebagai penjaga lingkungan dusun Bathok. Gelegar
suaranya setiap senja selalu dinanti oleh setiap warga dusun. Suara
yang biasanya dianggap ancaman oleh orang umum itu dianggap oleh warga
dusun sebagai pertanda dan pengingat. Sebuah pertanda tentang
kemakmuran dan kesejahteraan, dan pengingat untuk menghentikan segala
aktivitas di kebun dan ladang untuk bersegera menghadap Sang Pencipta.
Tampaknya tidak ada satu warga pun yang mengetahui riwayat mbah
Konyik, kecuali mbah Sukun. Ada anggapan bahwa mbah Konyik sebenarnya
adalah saudara mbah Sukun, lantaran berbeda fisik, mbah Konyik
mengalah dan memilih hidup di dalam hutan jati. Namun, kabar tersebut
tampaknya hanya menjadi cerita pemanis dusun saja karena mbah Sukun
pun tidak pernah membenarkan cerita perihal mbah Konyik. Hanya mbah
Sukun pernah berujar bahwa mbah Konyik-lah yang sebenarnya mempunyai
wilayah yang sekarang bernama dusun Bathok.

Sudah berpuluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun lalu, setiap tanggal
satu penanggalan Jawa, warga dusun selalu memberikan sesajen berupa
daging kambing kepada mbah Konyik. Mbah Sukun mengungkapkan bahwa
sesajen yang diberikan warga lebih merupakan wujud menghargai dan
menghormati keberadaan mbah Konyik, tidak ada maksud lainnya.

---------------------

Sudah dua hari ini, warga tidak mendengar suara khas mbah Konyik kala
senja menjelang. Tidak ada yang tahu kemana mbah Konyik berada. Hampir
semua warga merasa khawatir kalau-kalau mbah Konyik tidak menampakkan
diri lagi di dusun Bathok, hal ini diyakini sebagai pertanda buruk
bagi dusun. Mereka juga resah lantaran sejak pagi ini, warga dusun
belum menjumpai mbah Sukun. Biasanya mbah Sukun tidak pernah
melewatkan menjadi imam warga di langgar kecil tak jauh dari rumah
gebyok mbah Sukun setiap subuh, langgar Al-Ikhlas namanya. Pak Blarak,
salah satu warga berujar bahwa kondisi kesehatan mbah Sukun sebenarnya
agak terganggu sejak satu minggu ini. Namun, warga menganggap sakit
yang diderita mbah Sukun hanyalah masuk angin biasa lantaran mbah
Sukun akhir-akhir ini sering keluar malam, bahkan beliau sering tidak
tidur kala malam, entah apa yang dilakukan mbah Sukun, seorang warga
pun tidak ada yang mengetahuinya sampai hari ini.

Beberapa warga sudah pernah menanyakan alasan kegiatan mbah Sukun
setiap malam, bahkan mereka juga sempat melarang mbah Sukun melakukan
hal itu. Namun, mbah Sukun hanya bungkam dan tetap saja beliau
melakukannya setiap malam. Beberapa warga meyakini bahwa apa-apa yang
dilakukan mbah Sukun mempunyai makna bagi kehidupan dusun Bathok.
Sejak keanehan itu muncul, sekitar satu minggu lalu, warga selalu
berusaha meringankan sakit yang diderita mbah Sukun, mereka secara
bergiliran memasak makanan dan meramu jamu untuk mbah Sukun.

Hari ini, keresahan benar-benar melanda kehidupan warga dusun Bathok.
Beberapa warga merasa tidak nyaman kala meladang lantaran mereka
memikirkan keselamatan mbah Sukun. Bahkan, kondisi hari ini
benar-benar kontras, berbeda dengan hari kemarin. Riuh suara anak-anak
yang berpadu dengan angin laut tidak terdengar hari ini, entah kenapa,
tetapi tampaknya lebih dikarenakan adanya perintah larangan dari orang
tua mereka untuk tidak keluar rumah sebelum mbah Sukun kembali ke
dusun. Warga benar-benar merasa bahwa sebuah keburukan akan melanda
dusun Bathok.

-------------

Beberapa warga dewasa terlihat memadati halaman rumah mbah Sukun. Pak
Blarak-lah yang mengumpulkan mereka. Dengan lantang, pak Blarak
memerintahkan kepada segenap warga dusun untuk mencari mbah Sukun,
beliau juga berujar bahwa beliau tidak akan pulang sebelum mbah Sukun
ketemu. Kejadian seperti ini nampaknya baru pertama kali terjadi.
Pencarian tersebut akan diawali setelah waktu ashar.

-------------------

Sahut-sahutan kicau burung wiwik beserta suara bedug dan adzan maghrib
dari langgar-langgar dusun tetangga menemani rombongan pak Blarak kala
menyusuri gelapnya hutan jati. Tak henti-hentinya mereka melontarkan
panggilan-panggilan kepada mbah Sukun, dan sesekali untuk mbah Konyik.
Pandangan mata yang diterangi obor pun dilemparkan jauh ke celah-celah
antara pohon jati dan semak-semak. Gelap semakin memayungi hutan jati,
hasil belum juga didapat, hanya suara-suara marah monyet-monyet ekor
panjang yang merasa terganggu.

Dengan komando pak Blarak, rombongan kecil itu masuk jauh ke arah
barat daya hutan jati. Entah apa yang sedang dituju pak Blarak, belum
ada yang tahu. Setiap orang dalam rombongan hanya melontarkan
suara-suara panggilan. Arah barat daya merupakan salah satu perbatasan
dusun Bathok dengan dusun Gedhebog, sebuah dusun yang konon dihuni
oleh kelompok penebang hutan dan pemburu. Warga dusun Gedhebog
terkenal sadis dan kejam dalam memperlakukan siapa saja yang
menghalangi aksinya. Konon, mereka adalah orang-orang suruhan salah
satu perusahaan perkebunan.

---------------

Suara rintihan itu semakin jelas, tampaknya berasal dari sebuah tanah
lapang yang membatasi hutan jati dusun Bathok dengan dusun Gedhebog.
Rombongan warga pun bersegera menuju tempat itu.

----------------

Pancaran beberapa obor cukup menerangi apa yang terjadi di tempat itu.
Noda-noda merah terlukis diantara hijaunya rumput dan dedaunan kering.
Tak hanya itu, rambut-rambut berwarna hitam, coklat, dan kemerahan
bertebaran di sekitar sesosok renta yang terbaring lemas. Bukan hanya
terbaring lemas, tetapi tubuh itu telah kehilangan ruhnya, beberapa
luka terlihat menembus perut dan dadanya. Seketika pembawa obor
bersimpuh mengelilingi sosok renta itu.

--------------------------

Sudah dipastikan tidak akan ada lagi wejangan-wejangan bijak yang
keluar kala malam bulan penuh, serta juga tidak akan ada lagi yang
namanya bapak dusun, yang menampakkan diri di sebuah batu kali, di
atas pohon beringin tua sebelum wejangan dilontarkan kala malam
purnama. Dan suara-suara khas kala senja pun tidak akan pernah muncul
lagi. Misteri dusun Bathok pun tidak akan bisa ditelusuri jejaknya
lantaran seorang renta pembawanya telah tiada bersama seekor harimau
jawa terakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar