Sebuah poster mengenai dampak industri terhadap kelestarian lingkungan hidup yang ditempel di salah satu tembok bangunan di kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Rabu (30/7/2014). |
Pro dan kontra masih mewarnai
pemanfaatan karst Kabupaten Rembang oleh PT. Semen Indonesia. Berbagai aksi
penolakan pun diperlihatkan oleh warga Rembang, demonstrasi dan pemasangan
poster-poster terkait penolakan adalah salah satu aksi yang sering dilakukan
oleh warga yang kontra pembangunan pabrik semen. Tidak bisa dipungkiri bahwa
kawasan karst merupakan kawasan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi industri
semen. Batu gamping yang merupakan penyusun bentang alam karst merupakan
penghasil kalsium karbonat, dimana hampir 70 – 80 persen bahan baku semen merupakan
batu gamping. Namun, kawasan karst juga
mempunyai nilai lingkungan yang tinggi, yakni sebagai kawasan penyimpan air
tanah dan perlindungan biodiversitas atau keanekaragaman hayati yang tinggi. Nilai
lingkungan tersebut sangatlah penting bagi keseimbangan ekosistem dan
keberlanjutan kehidupan ekosistem sekitar kawasan karst.
Memang menjadi dilema tersendiri bagi
pemerintah daerah kabupaten Rembang dan propinsi Jawa Tengah, mengingat kedua
wilayah ini sangat membutuhkan peningkatan pendapatan asli daerah. Namun, jika
ditilik lebih lanjut di masa sekarang dimana pengalaman-pengalaman sebelumnya
bahwa pemanfaatan kawasan lindung untuk industri selalu menyisakan kerusakan lingkungan
yang masif, maka menurut hemat penulis, pemanfaatan kawasan karst Rembang dan pembangunan
pabrik PT. Semen Indonesia sudah sepatutnya harus dihentikan. Meskipun PT.
Semen Indonesia mengatakan bahwa pembangunan usahanya sudah mengantongi
dukungan dari pejabat-pejabat di lingkup pemerintah kabupaten dan propinsi.
Investasi industri semen memang
sangat besar nilai ekonominya, tetapi investasi kelestarian lingkungan hidup
dan keanekaragaman hayati justru sangat besar nilainya, baik itu nilai ekonomi
maupun non-ekonomi. Pemanfaatan kawasan lindung oleh industri tambang selalu
menyisakan efek samping yang tidak begitu kecil, misalnya saja polusi,
hilangnya sumber air, kekeringan, serta rusaknya lahan-lahan pertanian dan
perkebunan masyarakat. Efek samping tersebut sangatlah tidak berimbang dengan
keuntungan ekonomi yang dihasilkan industri tersebut. Memang, secara hukum, pihak
industri dan pihak pemerintah (propinsi dan kabupaten) memegang kunci utama
bagi keberlanjutan usaha ini. Namun, mereka seharusnya bisa mengerti dan paham
mengenai kearifan lokal masyarakat sekitar dan masalah kelestarian lingkungan. Mereka
sudah seharusnya menjadi kawan bagi masyarakat awam dalam membangun wilayah
yang selaras dengan kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup. Mereka dengan
kebijakannya bisa mengubah itu semua.
Namun, apa yang diperbuat
pemerintah (propinsi dan kabupaten) selalu bertentangan dengan aspirasi
masyarakat yang dipimpinnya. Menurut hemat penulis, pemerintah harus
memperhatikan UUNo. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang mengatur bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan
berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia bisa
berupa peran pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan,
pengaduan dan menyampaikan informasi dan atau laporan.
Menurut pendataan Aliansi Warga
Rembang Peduli Pegunungan Kendeng (AWRPPK), telah ditemukan bukti-bukti
lapangan di kawasan cekungan air tanah Watuputih Rembanng, yakni 109 mata air,
49 goa, dan empat sungai bawah tanah yang masih mengalir dan mempunyai debit
bagus, serta fosil-fosil yang menempel pada dinding goa. Dari data ini sudah
sepantasnya pemerintah propinsi Jawa Tengah dan kabupaten Rembang berpikir
ratusan bahkan ribuan kali untuk menerbitkan ijin pemanfaatn karst kepada industri
semen.
Ini adalah lebih kepada persoalan
kelestarian lingkungan hidup, sudah sepantasnya kita semua berpikir ulang
bagaimana kita memperlambat laju kerusakan lingkungan hidup, karena sejatinya
kelestarian lingkungan hidup lambat laun akan menurun juga. Di tangan manusia
lah kunci kelestarian lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. Jika penambangan
akan menghasilkan untung besar dalam jangka pendek, maka melestarikan
lingkungan hidup akan menghasilkan untung besar dalam jangka panjang, dan semua
lini kehidupan akan berjalan baik. Dan satu lagi, negeri kita berdiri karena
kekayaan alamnya, kekayaan keanekaragaman hayatinya, kearifan lokal masyarakatnya,
serta pertaniannya (dalam arti luas), negeri kita bukan berdiri dari industri
perusak alam dan masyarakat bermental buruh.
Kalau penulis tidak salah ingat,
pemerintah pusat pernah berujar mengenai swasembada di bidang pertanian,
peternakan, dan perikanan yang harus diraih oleh bangsa ini. Lalu, mengapa
tidak kita manfaatkan kawasan sekitar lindung karst untuk mendukung “swasembada”
di bidang tersebut. dengan teknologi yang dipunyai oleh anak-anak bangsa sudah
seharusnya kita mampu, mengingat ribuan sarjana dari bidang tersebut tersebar
di negeri ini. Jika tidak keberatan, penulis sampaikan, marilah kita hentikan
penambangan karst yang dilindungi atau karst yang memang nyata-nayata mempunyai
nilai-nilai keanekaragaman hayati. Mari kita beralih kepada pembangunan wilayah
yang berorientasi kepada kelestarian lingkungan hidup.
Salam Lestari !!!