Sabtu, 07 Mei 2011

Sekali Lagi Tentang Sumberdaya Alam Hayati

Indonesia di mata dunia dikenal sebagai megabiodiversity country. Hal ini disebabkan oleh kondisi Indonesia yang merupakan negara tempat terkonsentrasinya keanekaragaman hayati dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Sumatera, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau disekitarnya), benua Australia (Papua dan pulau-pulau disekitarnya) dan wilayah peralihan Wallacea (Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara) sehingga Indonesia dikatakan sebagai salah satu kawasan pusat keragaman hayati yang terkaya di dunia. Indonesia mempunyai 25.000 spesies tumbuhan berbunga (10% dari tumbuhan berbunga dunia), 515 spesies mamalia (12% dari jumlah mamalia di dunia), 1500 spesies burung, 600 spesies reptilia dan 270 spesies amfibi.

Selain itu, adanya keanekaragaman hayati yang berlimpah juga telah memberi warna tersendiri bagi perkembangan budaya nusantara dimana budaya-budaya yang tumbuh telah melukiskan dengan baik keadaan alam nusantara. Indonesia adalah Salah satu contoh yang baik dari kawasan yang kaya akan  keanekaragaman hayati, negara-negara lain ataupun kawasan-kawasan lain juga tak kalah menariknya dengan Indonesia terutama kawasan Asia Tenggara yang lain, India, Afrika dan kawasan Amerika Latin yang telah memberi corak kehidupan bagi planet bumi. Hal ini disebabkan oleh kawasan-kawasan tersebut mempunyai iklim yang sama yaitu tropis dan sebagian kecil subtropis dimana daerah tropis adalah daerah yang mempunyai kekayaan hayati tebesar dan sebagai penopang kehidupan semua makhluk hidup di planet bumi. Kawasan tropis identik dengan hutan rimba yang lebat, fauna-fauna yang eksotik, wilayah yang hangat sepanjang tahun, pemandangan alam yang menakjubkan dan budaya yang menawan.

Akhir-akhir ini, isu lingkungan terbesar adalah hilangnya keanekaragaman hayati terutama di negara-negara tropis yang mempunyai keanekaragaman hayati terbesar. Kerusakan dan hilangnya keanekaragaman hayati sudah mencapai tingkat yang membahayakan dengan perkiraan apabila penebangan hutan terjadi terus menerus maka sekitar 5 – 10 % spesies yang ada di dunia akan punah setiap sepuluh tahun sampai 30 tahun mendatang. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kerusakan keanekaragaman hayati di Indonesia dan dunia, yaitu adanya pembalakan liar, pembangunan besar-besaran/mega proyek seperti pembuatan jalan raya yang menembus hutan ataupun kawasan konservasi, pembangunan bendungan/waduk secara besar-besaran yang mengambil sebagian atau seluruh kawasan konservasi dan kegiatan pertambangan di kawasan konservasi atau taman nasional serta adanya perkebunan yang menggantikan heterogenitas tanaman hutan.

Selain itu, penyebab kerusakan keanekaragaman hayati yang tak kalah hebatnya adalah kepentingan ekonomi dimana terjadi peningkatan kegiatan industri yang selama ini cenderung tidak ramah lingkungan. Kegiatan ekonomi selama ini yang terjadi di Indonesia dan belahan dunia yang lain hanyalah bertujuan untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan cara eksploitasi alam dan lingkungan melalui peningkatan industrialisasi. Adanya kemajuan teknologi untuk mendukung kegiatan ekonomi suatu negara kadangkala dapat menyebabkan eksploitasi alam mengalami peningkatan, misalnya adalah upaya untuk menggantikan keanekaragaman menjadi keseragaman dan monokultur pada sektor kehutanan, perikanan, pertanian dan peternakan melalui penerapan revolusi hijau dalam bidang pertanian, revolusi putih dalam bidang perusahaan peternakan (perusahaan susu) dan revolusi biru dalam bidang perikanan. 

Kerusakan sumberdaya hayati di planet bumi akan terus berlanjut apabila belum ada kesadaran dari semua pihak, baik masyarakat ataupun pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Laju kerusakan alam pun akan semakin meningkat seiring dengan konsep antroposentrisme yang selama ini dipegangg teguh oleh sebagian besar umat manusia. Untuk menghentikan kerusakan alam ini setidaknya diperlukan semangat manusia-manusia yang punya idealisme tinggi untuk menuarakan hak-hak alam, atau dalam kata lain diperlukan semangat masyarakat dunia yang berpegang kepada konsep ekosentrisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar