Sabtu, 07 Mei 2011

UFO Cult

Malam sekitar pukul 21.00 seperti biasanya langit cerah agak berawan dan bulan nampak hampir bulat tetapi bukan purnama, sebuah rutinitas memandang langit malam nampaknya bukanlah aktivitas menyenangkan bagi hampir semua orang apalagi sebuah rutinitas. Namun, bagi seorang anak yang kira-kira berumur empat belas atau lima belas tahun yang menurut warga kampung Kawis bernama Didi, memandang langit adalah rutinitas yang wajib dikerjakannya tiap malam ketika langit tidak mendung, dan untungnya di kota ini langit selalu cerah. Diam, tidak bicara, tidak bergerak, hanya melipatkan kedua kaki dan mendekapnya dengan menengadahkan kepala, dan kedua matanya tertuju hanya pada kilau bintang-bintang malam dan cerahnya langit malam sudah dijalani Didi paling tidak sejak tujuh tahun lalu. Empat jam atau semalaman sering dihabiskan Didi menatap langit malam yang cerah.

Tidak ada yang tahu persis sejak kapan Didi bertingkah aneh. Beberapa warga kampung Kawis, sebuah kampung tempat Didi tinggal menceritakan kalau peristiwanya berawal sejak dia lahir. Berbeda dengan penuturan Kakek pemilik warung kopi di samping rumah Didi, beliau menuturkan kejadian aneh yang menimpa Didi terjadi sejak sekitar tujuh tahun lalu ketika semua keluarganya tewas dengan tragis, tidak ada yang tahu penyebab kematian keluarganya, sampai sekarang. Sejak saat itu, Didi tinggal seorang diri di rumah yang terkesan tua, sebuah bangunan jaman Belanda yang terlihat angker, pintu dan jendela depan bergaya khas Eropa yang terbuat dari kayu jati dibiarkan setengah terbuka. Suara decitannya ketika diterpa angin sering dianggap keluar masuknya arwah keluarganya di rumah tua Didi. Semenjak kejadian tragis dan aneh itu, warga kampung Kawis tidak ada yang berani melewati rumah tua Didi ketika waktu menunjukkan 18.00 atau tepatnya saat maghrib tiba, apalagi ketika tidak sengaja bertemu dengan sesosok bertubuh kurus, berwajah lonjong dengan tulang pipi menonjol, sorot mata tajam, dan rambut gondrong tak beraturan. Ketakutan yang menjadi-jadi nampaknya sangat berpengaruh pada kehidupan keluarga kakek pemilik warung kopi di sebelah kiri rumah tua Didi. Jarang sekali warga kampung Kawis yang berkunjung ke warungnya bahkan siang sekalipun, akibatnya istri dan anaknya pindah ke kampung sebelah karena tidak tahan dengan suasana mencekam dan cerita-cerita tidak sedap dari warga kampung lainnya. Sang kakek pemilik warung kopi di sebelah kiri rumah tua Didi mengatakan bahwa semenjak kejadian itu, warga kampung menganggap sang kakek lah bersekongkol dengan Didi untuk menghabisi keluarga Didi.

Malam semakin larut, seperti biasanya, Didi duduk tak bergerak dengan mata tertuju pada cerahnya langit malam yang gelap. Dua hari yang lalu, dia duduk di teras rumahnya, kemarin dia duduk di sebelah kanan rumahnya yang dulunya bekas lapangan bulu tangkis warga sekitar yang sekarang sudah tidak berbentuk karena ditumbuhi rumput-rumput liar dan pohon kersen, dan malam ini dia duduk di depan warung kopi milik kakek di sebelah kiri rumah tuanya. Seringkali warga kampung melihat interaksi antara Didi dengan kakek pemilik warung kopi sebelah kiri rumah tua Didi, tidak ada yang tahu apa tentang percakapan yang mereka berdua lakukan. Sejak saat itu sebagian besar warga kampung menyebut si kakek sama gilanya dengan Didi dan merekalah penyebab kematian tiga orang keluarga Didi.

Nampaknya kakek pemilik warung kopi sebelah kiri rumah tua Didi bukanlah gila, tetapi dia sepertinya menyimpan rahasia besar yang sampai saat ini belum terungkap. Tidak ada yang berani lagi menginjakkan kaki di warung kopi sebelah kiri rumah tua Didi, bahkan untuk menyapa sang kakek yang semakin renta, hanya biasanya satu atau dua orang pegawai pemda di siang hari yang mengunjunginya untuk melepas lelah di saat jam istirahat kantor. Sebuah ironi memang, kedua orang yang membutuhkan perhatian tetapi dicampakkan begitu saja oleh tetangga-tetangganya hanya karena sesuatu yang belum pasti kebenarannya.

Sebuah lolongan panjang nampaknya sudah menjadi alunan tengah malam yang rutin terjadi. Bukan lolongan anjing-anjing kampung melainkan lolongan seorang anak manusia. Lolongan yang rasa-rasanya seperti jeritan ketakutan dan kesakitan menandakan adanya kejadian aneh di sekitar rumah tua Didi. Tidak ada yang berani mengintip, apalagi melihat kejadian apa yang tiap malam menghinggapi Didi. Lolongan itu tak hanya satu atau dua kali, tetapi bisa berkali-kali bahkan bisa hampir satu jam. Biasanya lolongan panjangnya disertai oleh padamnya lampu di kampung Kawis. Tidak ada yang tahu sama sekali hubungan antara lolongan Didi dengan padamnya lampu. Kejadian ini pun sudah terjadi sejak tujuh tahun lalu, bahkan PLN pun menyangkal kalau ada pemadaman lampu tiap tengah malam di kampung Kawis.

Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk hidup, apalagi bagi seorang anak yang belum menginjak remaja. Beberapa warga kampung Kawis pernah merasa iba dengan kondisi Didi, tetapi seiring waktu, hampir semua warga kampung membencinya, bahkan pernah beberapa bulan lalu seorang pemuda ketua karang taruna bermaksud untuk menangkap Didi dan membuangnya di kota sebelah tetapi niatan itu pun gagal terlaksana sampai sekarang, karena Didi tidak pernah menampakkan batang hidungnya saat matahari besinar, bahkan sang kakek pemilik warung kopi sebelah kiri rumah Didi pun tidak mengetahui keberadaan Didi saat siang hari. Nampaknya Didi adalah misteri yang tersimpan di kampung Kawis, tak hanya Didi, tetapi dari raut muka kakek pemilik warung kopi sebelah kiri rumah tua Didi pun sepertinya menyimpan misteri.

Alim, seorang ketua karang taruna dan pak Alam, seorang kepala desa tampaknya mempunyai ide gila untuk menangkap Didi saat malam tiba. Mereka berdua bertempat tinggal tidak jauh dari rumah tua Didi, di samping lapangan bulu tangkis sebelah kanan rumah tua Didi. Rencananya mereka akan menangkap Didi malam ini sekitar tengah malam atau ketika Didi mulai mengeluarkan lolongan panjangnya. Anehnya mereka melarang warga desa untuk ikut rencana mereka.

"biarlah kami yang rumahnya dekat dengan rumah si gila itu yang akan menangkapnya, kalian tinggal lihat hasilnya besok pagi", tutur pak Alam dalam rapat desa di balaidesa siang sebelum malam penangkapan. Empat orang yang akan berangkat dalam tugas besar kampung Kawis malam ini, merekalah yang rumahnya tidak jauh dari rumah tua Didi.

Malam pun tiba, seperti biasanya tidak ada yang berani menampakkan diri di halaman rumah atau pun teras rumah. Semua pintu dan jendela rumah-rumah warga kampung Kawis nampaknya sudah dikunci rapat-rapat. Waktu belum menunjukkan pukul 00.00, sebuah lolongan seperti malam-malam sebelumnya mulai terdengar, dan seperti biasanya diikuti dengan padamnya listrik. Nampaknya warga kampung sedang menyimak lolongan-lolongan Didi karena mungkin mereka berharap lolongan-lolongan aneh itu akan tiada. Waktu sudah beranjak sekitar lima belas menit, tetapi lolongan-lolongan Didi semakin menjadi-jadi, bahkan terdengar sangat memilukan.

Dua puluh menit berjalan sejak lolongan pertama, dan kali ini lolongannya melengking tinggi, tajam, dan memilukan, lalu tiba-tiba diikuti jeritan memilukan yang tidak putus, dan akhirnya melemah dan hilang. Meskipun suara lolongan sudah hilang, namun listrik masih padam. Tak berapa lama terdengar sebuah jeritan yang lain dari suara lolongan dan jeritan biasanya. Jeritan ini lebih lemah dan seperti suara orang yang sudah berumur tua. suara itu semakin lama semakin jelas.

"Tidaaaaaakkkkk tidaaaaaaaaakkkkkkkkkk", suara jeritan yang terdengar berulang-ulang dan semakin lemah.

Nampaknya warga benar-benar penasaran. Beberapa warga kampung Kawis tanpa dikomando memberanikan diri keluar rumahnya dan mengajak warga yang lain untuk menuju asal suara jeritan aneh. Sepertinya keberanian warga kampun Kawis sedang mencapai puncaknya setelah tujuh tahun keberanian mereka ditutupi oleh ketakutan yang berlebihan. Tua, muda, laki-laki, perempuan, pemuda, dan anak kecil semuanya beranjak menuju asal suara aneh sambil membawa penerangan yang mereka punya. Beberapa meter sebelum sampai di samping sebelah kanan rumah tua Didi yang menjadi asal suara, warga kampung Kawis benar-benar terkejut, jeritan ketakutan dan tangis tiba-tiba pecah di malam yang hening. Sepertinya keberanian warga kampung yang baru saja terkembang tiba-tiba hilang. Beberapa diantara dari mereka bahkan berlarian ke arah sebaliknya, berlarian secepatnya ke rumahnya. Beberapa yang lain diantaranya hanya berdiri kaku dengan wajah yang seolah-olah tak percaya apa yang telah mereka lihat.

Sebuah benda besar berkilau, sangat berkilau dan sangat terang, menerangi rumah tua Didi dan rumah-rumah di sekitarnya. Benda yang nampaknya berbentuk bulat lonjong dengan kilaunya menerangi kejadian aneh di kampung Kawis telah terekam di dalam otak sebagian besar kampung kawis. Alim, pak Alam, Dido, dan pak Toto nampak sedang tengkurap atau lebih tepatnya seperti gerakan bersujud ke arah benda besar berkilau itu, meraka berempat mengenakan pakaian berkilap dan nampaknya berwarna keperakan. Tidak jauh dari kejadian itu, Didi sudah terlihat hangus terbakar, tubuhnya yang kurus dengan tulang pipi yang menonjol masih dikenali oleh warga kampung Kawis yang masih bediri kaku. Di sebelah kiri dari tubuh Didi yang sepertinya sudah tidak bernyawa, tampak tubuh seorang kakek pemilik warung kopi sebelah kiri rumah tua Didi yang terlihat menggerak-gerakkan mulutnya seperti gerakan menjerit-jerit tetapi suaranya tidak keluar.

"Kejadian aneh apa lagi yang terjadi di kampung ini", seorang warga kampung yang masih berdiri kaku sepertinya tak sengaja berucap pelan. Nampak sebuah peristiwa yang ganjil yang mungkin baru pertama kali dilihat oleh warga kampung Kawis. Tak berapa lama setelah kejadian itu terekam dalam pikiran warga kampung yang masih berdiri kaku, benda bulat berkilauan itu tiba-tiba terangkat perlahan dan meningglakan seberkas sinar terang berwarna kehijauan dan setelah itu melayang dan terbang dengan sangat cepatnya seolah-olah menghilang dari pandangan warga kampung Kawis yang masih berdiri kaku menyaksikan kejadian janggal di malam ini. Lama mereka berdiri setelah hilangnya benda aneh dan misterius dalam pandangan mereka, kira-kira sekitar dua puluh menit-an, setelah itu mereka tersadar dan sebagian besar diantaranya jatuh dan pingsan. Pagi harinya baru mereka menyadari kejadian aneh yang terjadi semalam adalah peristiwa aneh yang terjadi setiap malam ketika terdengar lolongan Didi dan padamnya listrik kampung Kawis, sejak tujuh tahun lalu. Kakek pemilik warung sebelah kiri rumah Didi menceritakan hanya itu saja, karena sang kakek tiba-tiba dipanggil malaikat maut. Nampaknya kampung Kawis masih diliputi misteri sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar